Gunungan sampah, masalah lama yang selalu berulang  di Jogja
Penutupan TPST Piyungan oleh atas  nama Banyakan bergerak membuat semakin menggunung sampah di Kota Jogja dan sejak hari sabtu samapai hari selasa ini 10 mei 2022 tumpukan sampah sudah menggunung  dan itu menjdi keprehatinan sendiri  karena membuat maslah lingkungan bau, dan pemandangan tidak sedap  bagi mata kita.
Negoisasi masih berlangsung dan belum ada kata sepakat di tunggu sampai hari Rabu untuk penyelesaian masalah ini adalah nyata karena masalah sampah benar-benar dilematis dan sangat membuat tidak nyaman penduduk lokal dan wisatawan yang berkunjung di Jogja.
Masalah sampah kembali menjadi kendala dalam menangani permasalahan lingkungan hidup di Jogja, sampah menjadi problema bagi permasalahan  dan ini terulang lagi di setiap tahunnya dan juga setiap musim lebaran tiba.
Sampah menjadi dilematis atas keberadaan pemukiman Jogja yang daerah memang belum di kelola secara profesional oleh DLH Â di bawah naungan Pemprov DIY, karena masih dalam naungan Dinas maka tidak maksimal.
TPST Piyungan satu-satunya tempat pembuangan sampah  terakhir dan belum ada gantinya itulah mengapa ketika sampah "overload"Â
Membuat semua  orang kelabakaan  tawaran kerjasama dengan pihak  ketiga untuk mengelola sampah dan juga membuat sebuah usaha pembangkit listrik tenaga sampah adalah sebuah pilihan yang di tawarkan oleh pemprov DIY  belum ada kesangggupan  kata Baskoro Aji sekda DIY ( tribun Jogja)  menangapi gunungan sampah yang mulai ada di seputaran kota Jogja, Sleman dan Bantul.
Ironi  Jogja
Sampah dan TPST Piyungan tampaknya menjadi kampanye buruk bagi Jogja sebagai kota yang indah dan cukup membuat wisatawan betah di kota ini dilema sampah yang kambuhan.
 Permasalahannya akArnya sebenarnya bukan masalah tempat TPST Piyungan yang sudah tidak muat lagi menampung sampah  permasalahannya adalah sikap dan inovasi yang nampaknya stagnan  dalam mengelola saya tidak menafikan banyak LSM, bank sampah dan pengelola mandiri bab sampah ini di Jogja pada umumnya tetapi mereka belum optimal dan maksimal untuk mengelolanya.
Karena masih berupa usaha mandiri tanpa subsidi dari pemerintah dan inilah mengapa tingkat pengelolaan sampah di Provinsi ini masih sedikit  yang menekuni dan memanfaatkan sampah sebagai nilai ekonomi buat mereka.
Permasalahan utama kemana dana APBD Pemprop DIY  untuk mengelola sampah ini yang  tujuannya hanya mengangkut dan membuangya ke Piyungan ( biasanya di lakukan lelang beberapa pengelola truk sampah untuk membuangnya dari pemukiman  ke TPST Piyungan) yang milyaran rupiah itu dan lupa mengedukasi masyarakat tingkat bawah tentang persampahan ini.
Mengapa pula pemerintah tidak  atau belum ada pihak ketiga yang bisa mendirikan pabrik dan juga mungkit PLTS  (Pembangkit  listrik tenaga sampah)  sungguh sulit untuk menemukan atau  belum payunya niat baik pemprov DIY untuk ngudari masalah sampah ini kembali ke kita lagi bagaimana niat baik kita untuk mengelola mandiri sampah rumah tangga kita.
Bagaimanapun banyak akademisi dan pakar serta mahasiswa yang pintar dalam ide pengelolaan sampah ini tetapi pakah bisa maksimalkan mereka untuk ikut sambatan mengelola minimal memikirkan solusi terbaik dalam  pengelolaan sampah ini.
Karena lelang  pengangkutan sampah yang milyaran rupiah itu bisa jadi kita gunakan untuk mengelola sampah untuk menghasilakan nilai keekonomian yang banyak bukan sekedar mengumpulkan di Jogja untuk di ekspor ke wilyah lain yang mempunyai pabrik pengelolaan sampah dan produknya kembali Jogja dengan produk lain yang banyak orang Jogja menggunakannya.
Kembali kepengelolaan sampah itu kembali ke diri kita dan keluarga kita juga akhirnya!
#sayyidja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H