Demi waktu (9) Tukang potong rambut dan anaknya
....
Waktu sedemikian cepat berlalu
Ini tentang cintaNya kepada mahluk ciptaanNya
Ramadhan terasa cepat berlalu
Semua kegembiraan seakan membuncah
Bagai temukan hadiah
.....
Sore itu di pojokan jalan wates perbatasan kota Jogja dan Bantul, jumat sore istriku memintaku untuk memangkas rambut.
"Biar rapi mas" alasannya, rambut yang menurutku belumlah panjang, aku ikuti saja biar senang hatinya.
"Jamgan pendek-pendek seperti kemarin" mintanya begitu
"Silir, eh enak, Â sejuk kok" jawabku pendek
"Jelek nanti" Â serunya padaku.
Tukang potong langganan kami dari aku sekolah dasar tahulah hanya waktu mubalnya virus corona kemarin aku tidak potong, cuma sekarang beda dulu bapaknya sekarang anaknya yang sebaya dengan kakak aku nomor tiga.
Sore setelah ashar menuju adzan maghrib tanda buka puasa masih urut untuk pangkas rambut.Â
Ruang sederhana dengan kaca pantul besar serta foto model potongan yang lusuh serta kain penutup badan yang rapi ada di kursi.
Sebelum pandemi tempat pangkas rambut mas Yoko (jadi teringat film mandarin pendekar rajawali), aslinya mas Joko dulu gondrong dan modelnya Yoko maka sampai sekarang terkenal dengan sebutan itu.
Salah satu keuntungannya adalah dia teman kakak aku waktu SMP dan tahu aku jadi langganan tetap sampai kini.
Sambil menunggu aku dengar celetukannya tentang presiden yang mau bakdo, lebaran di Jogja sampai suara TOA masjid yang hampir lirih dan tidak terdengar waktu sahur ketika ngobrol dengan langganannya.
"Aneh, adzan saja dibatasi"
"Beda dengan suara musik"
"Sampai ora krungu sudah imsak"
"Lha itu lucunya.."
"Takut suara adzan "
"Puasa yang aneh, toleransi, ning yo kebangeten suara adzan, gugah sahur dan kidungan sholawatan kok ya  dibatasi"
"Terserah penguasa"
",pengusaha?"Â
Semua tertawa atas kelakarnya itu.
Mereka tertawa, benar disini suara adzan atau gugah-gugah sahur terlalu kecil, beda dengan di Godean lantang dan terdengar jelas buat melek yang  mau sahur
Waktu membuat semua seakan menemukan tentang apa yang hilang dua tahun yang lalu. Potong rambut disini buatku seperti nostalgia bagaimana tidak dulu bapak mas yoko yang buka pangkas di pertigaan Jujur ini dan sekarang dilanjutkan putranya mas Joko ini.
Murah meriah ala-ala cekrik di bawah pohon alias potong misbar, disini walau tanpa wifi gratis tetap banyak yang antri.
Tanpa pemanis cewek cantik juga bisnis ini tetap jumoyo di lebaran walau tetap mengutamakan protokol kesehatan yang ada.
"Kemarin ya tutup, hampir dua tahun tanpa pemasukan."
Kegelisahan yang sama dengan semua orang saatnya bangkit benar adanya.