Saya bukan ahli sejarah juga bukan sejarawan karena saya hanya seorang guru biasa saja yang sungguh ingin bertanya mengapa teks dan buku sejarah itu dinamis sesuai siapa penguasanya sedikit demi sedikit terkuak dengan data dan fakta yang ada.
Saya yakin peristiwa pembuatan Supersemar oleh Soekarno sebagai presiden kala itu karena melihat perkembangan situasi saat itu penuh tekanan dari partai, rakyat dan organisasi massa serta angkatan bersenjata.
Hampir sama dengan detik-detik jatuhnya Soeharto 20 Mei 1998 Â inilah fakta yang selalu bisa ditulis sebagai fakta sejarah.
Walau presiden kedua Soeharto sampai detik ini tidak bisa diusulkan sebagai pahlawan nasional tetapi momentum yang belum tepatlah dan penguasa yang belum "move on" terhadap orde baru itulah realita sekarang.
Kembali ke naskah Supersemar yang asli yang hilang dan sengaja di simpan atau dihilangkan itu adalah masalah kerja arsip negara yang tahu.Â
Bukan bentuk fisik yang mau kita cari tetapi pembenaran isi dan siapa yang membuat dan situasi real dan psikologi yang bagaimana waktu dibuat saat itu.
Sebenarnya inilah fakta sejarah yang luput ditulis oleh sejarawan kontemporer saat ini sebab sensitif dengan satu nama dan penguasa saat ini yang kebetulan trah Soekarno yang lagi jaya menguasai Nusantara saat ini.
Orang bisa saja cari pembenaran lewat medsos atau Google, tetapi sedikit orang mau susah payah untuk bongkar arsip lama di perpustakaan atau toko buku loak itulah realita sekarang yang ada saat ini.
Ketika orde reformasi masih malu-malu untuk ungkap fakta kebenaran Supersemar dan menjaga jarak dengan saksi dan pelaku yang masih hidup maka perkembangan sejarah Supersemar hanya berkutat kepada yang memberikan perintah, mengemban amanat dan hilangnya arsip (fisik) serta tragedi kemanusiaan 1965 sampai 1966.
Inilah medio stagnan sejarah yang terpelihara hingga kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H