Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kritik Boleh tetapi Ada Apa dengan Mural Pak Jubir?

4 September 2021   06:52 Diperbarui: 4 September 2021   07:07 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritik boleh tetapi Ada apa dengan mural pak jubir?

Sayyid jumianto

Keterangan Jubir KSP  ternyata menguak apa yang dinamakan "phobia "kritik yang mendasar.

 Lihat saja pernyataannya yang berlindung dibalik etika dan estetika dan hukum. Sang jubir sekali lagi malah tidak membuat pernyataan yang adem dan malah berganti bertanya.


Keresahan akibat kritik lewat mural ini tampaknya tidak membuat jernih berpikir sang jubir KSP. Nadanya tetap "istanatidak mau di kritik" padahal lihat pidato pak presiden J yang membolehkan kritik dan masukan yang di perbolehkannya saat pidato kenegaraan.


Pernyataan sang Jubir tampaknya bertolak belakang dengan pernyataan presiden J dalam pidatonya tersebut. 

Sengaja atau maaf komunikasi kepada rakyat yang enak lah coba jangan bernada Ganggu keterriban umum. 

Tahulah masyarakat terutama kita  wong cilik rakyat sedang tertekan dalam masa pandemi ini. 

Semua orang sumpek dan butuh kelonggaran, tetapi PPKM salah satu solusi pemerintah untuk tanggulangi wabah ini membuat tertekan secara psikologis, ekonomi dan sosial walau vaksinasi sudah digencarkan pelonggoran mall dibuka dengan prokes tertentu tampaknya ketertekanan inilah yang membuat "rakyat bangkit"untuk melawannya dengan ekpresikan dirinya sesuai hati dan perasaannya.


Ini mural lebih mending daripada ada "sosial chaos" yang lebih mahal harganya. Nampaknya sang jubir tidak mengetahui "perasaan 'terdalam dari hati rakyat.

 Tidak usah curigalah karena saluran kritik terbuka lebar baik online maupun offline tetapi bamyak jebakan tikus yang buat orang kritis harus meringkuk disel karena jempolnya dianggap menghoaxkan penguasa dan juga buat gangguan ketertiban umum lainnya.

Sungguh niat baik sang bapak sebaiknya terjemahkan secara arif, janganlah kita pandang sebagaian mural atau kritik lewat seni lainnya bertujuan "makar'.

 Berpikirlah positif sekali lagi pernyataan sang jubir tampaknya seperti keresahan tersendiri bagi sang beliau. 

Coba perbaiki dulu komunikasi dengan "sang pengeritik" maunya apa? Sekali lagi sudah bukan waktunya represi kepada para pengeritik di kurangi ini juga demi kemajuan negeri ini.

Benar aspek etika, estetika dan hukum  harus dipatuhi tetapi sekali lagi coba perbaiki  komunikasi sang jubir.

Sebagai humas tentu yang profesional, bukan memberi pernyataan bersifat politis begitu karena semua berpulang.

Pasalnya rakyat baru tertekan, rakyat baru sumpek beri kelonggaran untuk ekpresikan kritik pada penguasa untuk longgorkan kesumpekanya karena wabah ini.

Analisa

Bila dianggap ganggu ketertiban sosial (umum) mural yang bagaimanakah yang sesuai etika, estetika dan hukum itu?

 Apakah seperti baliho-baliho politikus yang syahwat politiknya mulai menggeliat demi kursi dan jabatan 2024  dan tidak punya rasa empati atas derita rakyat selama ini. Inikah" mural" yang sesuai etika, estetika dan hukum itu?


Sekali lagi coba perbaiki dulu pola komunikasi di lingkar istana, atau jangan-jangan mereka bermanufer untuk 2024 kelak, itu analisa saya atau belajarlah komunikasi yang baik untuk komunikasi pada rakyatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun