Kritik boleh tetapi Ada apa dengan mural pak jubir?
Sayyid jumianto
Keterangan Jubir KSP Â ternyata menguak apa yang dinamakan "phobia "kritik yang mendasar.
 Lihat saja pernyataannya yang berlindung dibalik etika dan estetika dan hukum. Sang jubir sekali lagi malah tidak membuat pernyataan yang adem dan malah berganti bertanya.
Keresahan akibat kritik lewat mural ini tampaknya tidak membuat jernih berpikir sang jubir KSP. Nadanya tetap "istanatidak mau di kritik" padahal lihat pidato pak presiden J yang membolehkan kritik dan masukan yang di perbolehkannya saat pidato kenegaraan.
Pernyataan sang Jubir tampaknya bertolak belakang dengan pernyataan presiden J dalam pidatonya tersebut.Â
Sengaja atau maaf komunikasi kepada rakyat yang enak lah coba jangan bernada Ganggu keterriban umum.Â
Tahulah masyarakat terutama kita  wong cilik rakyat sedang tertekan dalam masa pandemi ini.Â
Semua orang sumpek dan butuh kelonggaran, tetapi PPKM salah satu solusi pemerintah untuk tanggulangi wabah ini membuat tertekan secara psikologis, ekonomi dan sosial walau vaksinasi sudah digencarkan pelonggoran mall dibuka dengan prokes tertentu tampaknya ketertekanan inilah yang membuat "rakyat bangkit"untuk melawannya dengan ekpresikan dirinya sesuai hati dan perasaannya.
Ini mural lebih mending daripada ada "sosial chaos" yang lebih mahal harganya. Nampaknya sang jubir tidak mengetahui "perasaan 'terdalam dari hati rakyat.
 Tidak usah curigalah karena saluran kritik terbuka lebar baik online maupun offline tetapi bamyak jebakan tikus yang buat orang kritis harus meringkuk disel karena jempolnya dianggap menghoaxkan penguasa dan juga buat gangguan ketertiban umum lainnya.
Sungguh niat baik sang bapak sebaiknya terjemahkan secara arif, janganlah kita pandang sebagaian mural atau kritik lewat seni lainnya bertujuan "makar'.
 Berpikirlah positif sekali lagi pernyataan sang jubir tampaknya seperti keresahan tersendiri bagi sang beliau.Â
Coba perbaiki dulu komunikasi dengan "sang pengeritik" maunya apa? Sekali lagi sudah bukan waktunya represi kepada para pengeritik di kurangi ini juga demi kemajuan negeri ini.
Benar aspek etika, estetika dan hukum  harus dipatuhi tetapi sekali lagi coba perbaiki  komunikasi sang jubir.
Sebagai humas tentu yang profesional, bukan memberi pernyataan bersifat politis begitu karena semua berpulang.
Pasalnya rakyat baru tertekan, rakyat baru sumpek beri kelonggaran untuk ekpresikan kritik pada penguasa untuk longgorkan kesumpekanya karena wabah ini.
Analisa
Bila dianggap ganggu ketertiban sosial (umum) mural yang bagaimanakah yang sesuai etika, estetika dan hukum itu?
 Apakah seperti baliho-baliho politikus yang syahwat politiknya mulai menggeliat demi kursi dan jabatan 2024  dan tidak punya rasa empati atas derita rakyat selama ini. Inikah" mural" yang sesuai etika, estetika dan hukum itu?
Sekali lagi coba perbaiki dulu pola komunikasi di lingkar istana, atau jangan-jangan mereka bermanufer untuk 2024 kelak, itu analisa saya atau belajarlah komunikasi yang baik untuk komunikasi pada rakyatnya.