Sayyid Jumianto
September 2013, di Kokap, Kulon progo
Setelah lama ku bergumul di Semarang, saatnya aku menemukan lagi jati diriku.
Waktu seakan memburuku untuk kembali ke Jogja.
Bukan harapan indah namun perjuangan hidup yang nyata.
"Dharma bhaktimu kami perlukan, walau"
Desir hati ini mendengar kata terakhir, walau, aku sudah bisa menebaknya
"Walau gaji masih kami perjuangkan"
Hidup masih berjuang bertahun aku nikmati
Hanya daun-daun jati kering jadi saksi bisu perjalanan ini.
Semua guru honor akan diangkat
Serasa horor
Dimasa pergantian penguasa
Sekedar pemanis kampanye, lalu dilupakan
"Dulu di kokap selalu terlanda kekeringan tetapi kami berusaha" kata tetua desa
Bak tandon semen jadi saksi, semua dulu memanen hujan
Karena sangat berarti bagi mereka
Jelas ketika Waduk sermo yang beraroma air mata itu diresmikan
Semua terharu
Ember besi,
Klenting
Galon
Tersingkir pam
Semua interaksi di tuk
Sendang sekarang sepi
September, 2021, di kokap
Tak terasa
Hampir sembilan tahun
Aku melihat
Wates ibu kota Kulon progo berubah
Semua sawah jadi ruko
Semua lahan disulap jadi bandara
Semua lahan tergusur jalur kereta
Sekarang kemarau september ini jadi lain
Kehilangan tetangga, sedulur, saudara akan jadi nyata
Jalan tol menanti
Di ujung kemarau hati penguasa
Di ujung kemarau para investor
#wates 3 september 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H