Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Bapak, 1965 (02) Flashback

30 Agustus 2021   18:31 Diperbarui: 30 Agustus 2021   18:47 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalagi setelah seorang kawan dekatnya disekolah dulu mengikutkannya  disebuah organisasi sosial yang buat bapak semakin yakin untuk melukis sebagai lahan hidupnya.

"Menikmati proses adalah kunci hidup "kata bapak kala itu. 

"Tetapi tetap bersyukur adalah lebih utama daripada ngongso( tamak) dan kikir"imbuhnya lagi pada kami dirumah.

Kerja keras

Seluruh keluarga bekerja keras untuk hidup di tahun 1960an ini karena sudah duapuluhan tahun merdeka keadaan belum sepenuhnya bagus terutama di bidang ekonomi dan sosial, karena politik masih sebagai panglima dinegeri ini.

Keadaan memaksa kami dan bapak untuk bekerja keras konon sanggar seni lukis bapak hasil karyanya bisa sampai istana dan orang-orang borjuis kala itu orang kaya dan saudagar cinalah yang mengoleksinya untuk dipajang dirumah mereka saat itu.

Sedang aku dan kakak sedikit mandiri, membatu ibu untuk jual beli sedikit hasil bumi yang dibawa petani dari desa, kelapa, pepaya, sukun, dan pisang. Bila musim rambutan atau mangga lebih banyak lagi yang ibu dapat untuk dijual ke pedagang besar atau pembeli langsung padanya.

"Bukan berarti bapak ajarin kalian dagang atau melukis bapak minta kamu berdua punya cita-cita setinggi langit" kata bapak pada kami "biar jatuhnya diantara bintang-bintang di langit" imbuhnya menyitir pernyaan presiden pertama negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun