Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kritik Lewat Seni Riwayatmu Kini

21 Agustus 2021   12:27 Diperbarui: 29 Agustus 2021   16:39 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kritik Lewat seni riwayatmu kini

Sayyid jumianto

Kasus mural "j 404"  cukup sita perhatian kita, sebuah mural yang buat jenggah kalangan istana lamgsung di blok dengan warna hitam perintah langsung dari setkab lewat wakil setkab. 

Lalu siapa yang membuat mural di usut karena pontensi "ganggu ketertiban umum". Alasan simpel presiden sebagai simbol negara dan lambang negara harus di jaga ranahnya. Tidak Untuk "dikritik" itulah jawaban simpelnya.

Seni adalah jalan halus untuk kritik sebuah penguasa dulu keseniaan wayang, ludruk dan kethoprak adalah media kritik halus ibarat" oleh iwake ora buthek banyune;"mengena dan selalu dikenang masyarakat pesannya. 

Inilah kearifan lokal yang belum tergantikan, bukan lawakan live yang hitungannya adalah komersiil dan tanpa pesan yang mengema untuk hati pemontonnya.

Ketika orang masih mendemgar radio (sampai sekarang padcast/live streming) di RRI malah membuka pintu lebar kritik itu seperti di RRI Jogja dagelan Basiyo dengan pangkur jengglengnya tak terasa bisa diterima oleh pemerintah saat itu (Orde Baru) walau isinya kadang bisa merahkan kuping pejabat saat itu. 

Selain itu pertunjukan teater ala teater Gandrik atau teater Cak Nun  sungguh bisa diterima penguasa saar itu, atau teater koma yang legendaris dengan kritiknya.

 Waktu memang beda waktu Orba bisa jadi sebuah pertunjukkan seni atau pameran seni tidak di ijinkan kalau niatnya kritik" tanpa dasar

Artinya penguasa saat itu represif benar adanya sebingga seorang WS Rendra atau Wiji tukul bisa dikuyo-kuyo saat itu oleh pemerintah karena kritik lewat puisinya.

Apakah semua contoh itu kurang adanya?

Lihatlah buku karangan Pramoedyo ananta toer yang sempat dilarang waktu orba sekarang bisa bebas di buat film lagi.

 Tetapi agaknya iklim seni untuk kritik ini terlalu dibayang-bayangi oleh "hoax" yang selalu dihembuskan untuk lawan pemguasa saat ini yang mudah saja naikan kawan atau jatuhkan lawan.

 Agaknya mereka lebih senang seni baliho yang tidak ada kata empati untuk rakyat yang sedang terkena wabah ini. 

Karena mural lebih mahal daripada baliho tinggal scan bisa langsung terpasang seluruh negeri ini. Bedakan seni dengan caci maki di medsos dan menghoaxkan sang kritikus demi majunya bangsa ini.

Memang semua sudah berusaha semaksimal mungkin untuk puaskan rakyat dalam pelayanannya tetapi rakyat boleh kritik asal sesuai norma dan uu yang ada. Pemerintah juga harus tahu diri jangan orang kritik ciduk maka sel akan penuh pemgkritik jangan sampai begini.

Tidak semua kritik itu untuk jatuhkan penguasa tetapi setiap penguasa itu juga harus legawa untuk dikritik, bukan malam ancam sana ancam sini berdasar uu tertentu, dimakarkan, di perbuatan tidak menyenangkan dan akhirmya dibui dengan pasal UU ITE, bukan saja penguasa rasa ketakutan itu menjalar pada pemilik media, pengelola medsos dan blog serta merta mereka takut dikritik juga takut kue iklannya hangus target tidak tercapai maka satu kata...

 mawutlah..semuanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun