Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menuju Titik Nol Peradaban (03)

15 Agustus 2021   09:40 Diperbarui: 15 Agustus 2021   09:43 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menuju titik nol peradaban (03)
Sayyid jumianto

Waktu seakan terbalik dan terbalik perubahan pola pikir dan niat berubah kelakuan adalah hal terbesar untuk saat ini. Mungkin tulisan atau kata ini tidak ada artinya. 

Sobat tsunami covid dan gempa pandemi ini sudah jelas runtuhkan nilai-nilai sosial ekonomi yang kita bangun susah payah. 

Ambyar kata almarhum Didik kempot benar adanya, saya sungguh terimgat dimana rakyat terpuruk sosial ekonominya kelak penguasa akan limbung dan tumbang karena inilah hukum alam sopo nandur panen artinya siapa yang berbuat kebaikan atau kejelekan akan menimpa dirinya juga kelak. 

Tidak jauh dengan kata sopo nggawe ngenggo karena saat ini kita baru topo ngrame dan itu wajar untuk tepis rasa gundah terhadap virus ada benarnya.

Tak terasa pandemi ini merubah sisi kehidupan hampir segalanya. Sisi kehidupan yang nyaman serba bebas menghirup udara akhirnya di tutup dengan masker inilah kedok, topeng untuk penyelamat kita akhirnya

Berharap pandemi ini segera berakhir itulah doa dan usaha kita untuk lebih baik. Sebab dua tahun pandemi ini semua tidak bisa melihat lagi senyum keceriaan kita dan saudara-saudara kita.

Vaksinasi semakin massif dan semua harus divaksin. Ada keengganan pro dan kontra tetapi inilah dinamika. Karena penguasa saat ini sedang diuji untuk menyehatkan rakyatnya maka rakyat juga harusnya patuh pada penguasa saat ini.

Ujian nyata yang bisa jadi inilah awal manusia-manusia baru sejak berakhirnya manusia purba zaman dulu.

 Tanpa kita sadari inilah sebuah seleksi alam yang membenarkan bahwa manusia-manusia yang lemah akan terlibas dan manusia yang kuat secara kesehatan akan unggul adanya.

Kelemahan kita sebagai manusia terletak pada rasa khawatir dan was-was akhirnya menjadi nyata.

Kita seperti kehilangan Tuhan waktu pandemi ini masih mencekam kita saat ini.

Ketakutan membuahkan tindakan yang berbeda bila kita berani untuk hadapi wabah ini dan inilah manusia pilihan yang kelak bisa motivasi kita untuk lebih aman dan sehat hidup bersama virus ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun