Pawon dengan luwengnya masih saya jumpai sekitar tahun 1989 mendekati tahun 1990an nostalgia itu tergerus kompor minyak tanah.
 Serasa De javu karena saya menjumpai lagi anglo dengan arang, atau luweng dengan kayu bakar ini saya jumpai dirumah istri saya Sleman Jogja.Â
Seperti kembali kemasa kecilku waktu bediang menunggu air memdidih bersamaan dengan dandang kenceng dari tembaga untuk kukus nasi dengan kerucut terbuat dari anyaman bambu kala itu.
Sungguh semua harus berflash back artinya masa-masa PPKM darurat Jawa bali marilah sadarkan diri kita untuk "kembali" ke habitat asli kita yakni keluarga jalan ampuh tanggulangi virus ini.
 Taat prokes di rumah maupun di luar rumah. Ingatlah keceriaan waktu kecil dulu saat kita masih menemukan luweng kayu ini untuk sekedar nostalgia lagi berharap lebih baik kedepan kita.
Bisa jadi penamaan beda tempat juga beda nama dan juga beda bentuk itulah nostalgianya orang menyebut keren, anglo atau luweng ternyata dari bentuk ukuran dan kegunaannya.
 Keren adalah bemtuk tanah lihat luweng yang lebih kecil tetapi bahan bakarnya tetap kayu.Â
Beda dengan anglo bahan bakunya bisa arang atau grajen (sisa serbuk gergajian kayu) .Â
Anglo masih bisa kita jumpai di pedagang angkringan dan penjual bakmi godog.Alasan mereka simpel hemat daripada gas dan menjadi khas lagi rasa yang ditimbulkan (untuk warung bakmi godog sengaja untuk tambah aroma masakannya).
Walau PPKM ini kita harus" Â ngampet" untuk tidak nongkrong di warung bakmi favorit kami.
Luweng, anglo, atau keren adalah nostalgia masa lalu yang bisa jadi generasi Z sekarang tidak menemukannya lagi dirumahnya.Â