Anak Pantai (8)
Waktu membuktikan seakan menjadi nyata banyak orang kehilangan. Lebaran ini sangat dirindukan anak-anak pantai bukan masalah snak makanan suguhan yang enak karena lidah kami yang belum pernah merasakan makanan kota.
Karena makanan kami ikan dan ikan serta sedikit bumbu trasi buatan orang tua kami.
Apa yang kami rasakan seakan sejalan dengan alasan pandemi corona adalah sebuah realita tantangan kami saat ini.
Laut yang sepi indah berubah menjadi riuh bukan di tempat pelelangan ikan atau pasar pagi, riuh karena orang-orang kota tumplek blek penuhi garis pantai ini.
Mereka banyak yang abai tidak taat prokes dan ini buat kami jenggah untung banyak aparat yang ingatkan mereka.
"Ini kesempatan emas atau ini harus di hindarkan " keraguanku karena banyaknya pengunjung.
Pantai jadi saksi
Sebuah perjuangan asa
Mencari jati diri
Juga sesuap nasi
Bibir pantai ombaknya selalu melambai
Banyak yang penuh harap tatap deburan ombaknya
Datang
Pergi
Besar kecil
Berlalu
Menjemput rasa di hati
Tempat selpi yang nglondang di penuhi pengunjung, kapal sewaan di penuhi penumpang hilangkan penatnya kota.
"Sungguh kita lemah dik" kata kakak padaku
Mahluk paling lemah yang gunakan akal selain okol itulah kita manusia. Berani untuk melawan ketidakpastian dan semua bisa di jalankan sesuai keadaan yang ada.
#selamat idul fitri
#mohon maaf lahir batin
# :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H