Keceriaan lebaran minggu ini masih terasa pantai yang sepi berubah sedikit ramai. Pengunjung wisatawan lokal bagai semut mengintati gula. Melepas dahaga setelah sebulan puasa, bermain dipantai mendekat ombak pantai yang bergulungan "ingat protokol kesehatan, tetap pakai maseker, jaga jarak dan selalu cuci tangan setelah beraktivitas, tidak boleh sampai palung laut berbaya" peringatan beberapa petugas bpbd, kepolisian dan tentara juga relawan dikerahkan pagi ini.
Sepertinya kita harus punya niat lain untuk damaikan diri dengan virus ganas ini dimulai dari diri sendiri itulah kunci sebenarnya, penguasa hanya carikan vaksin, buat undang-undang dan sediakan fasilitas kesehatan.
Anak-anak ceria
Lihatlah di pantaiku
Pasirnya hitam
Tersapu indahnya gelombang pantai selatan
Ingin rasanya mengadu pada gelombangmu
Walau sendu
Semua bagai saksi hidupku
Aku tulis sebait puisi di buku tulisku aku masih berpikir keras mengapa kakak kenal dengan anak juragan ikan itu.
 Kakak diam kadang hanya seulas senyum dan selalu tundukkan kepala merendah seperti bapak dulu yang pernah punya kapal besar dan tetap rendah hati sampai musibah itu merenggut semua cita dan cinta kami. Bapak selalu menolak untuk di ikutkan kapal besar mengarungi samudera alasannya simpel sudah tua.Â
Padahal aku tahu bapak pengen sekali melaut lagi tetapi rasa bersalah bapak terlalu besar dan rasa tanggung jawabnya itulah yang sekuat tenaga semua barang dan sepetak lahan rumah kami dijualnya untuk mengobati anak buah kapalnya dan memberi uang duka bagi sebagaian anak buahnya yang meninggal dalam kejadian itu.
Bapak tidak malu kerja dipabrik pengolahan ikan walau dulu pernah jadi juragan kini kami hidup apa adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H