Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Bipang Ambawang, Jipang, dan Sengsu

10 Mei 2021   08:54 Diperbarui: 10 Mei 2021   09:30 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antara Bipang ambawang, jipang, dan sengsu

Sayyid jumianto

Pidato presiden J niatnya baik tetap dalam koridor kebangsaan  dan ajakan untuk rayakan lebaran tahun ini lebih baik. Pidato yang mengajak untuk mencintai kuliner asli republik ini. 

Sungguh baik tetapi momentumnya dan jualannya yang singguh membuat umat muslim tersenyum satire atas pidatonya ini. Logika kok lebaran bawa bipang ambawang? (Babi panggang) Bukan jipang? (Kue dari beras ketan) terpeleset atau ini upaya strategi ? Hanya yang buat teks pidato dan vlog video yang tahu serta editornya yang harusnya lebih canggih.  

Larangan mudik jadi masalah krusial yang didalamnya ada upaya pemerintah atasi pandemi corona ini.

Kuliner exstrem di negeri ini memang banyak tergantung kita mensikapinya mau konsumsi atau tidak seperti di Gunungkidul Yogja ada walang goreng dan ulat jati goreng itu bisa diterima oleh masyarakat sekitar juga banyak yang suka.

Momentum

Menu makanan jadi perbincangan seru di medsos, media massa daring dan juga luring 'politisasi' semakin menjadi pembelaan semakin massif dan menuju arah "makanan politis" makanan empuk para oposan karena pidatonya pada waktu dan momentum yang salah yakni bulan ramadan dan jelang hari raya idul fitri tak ayal lagi bila makanan bipang ambawa ini seakan menjadi momentum bahwa ini tidak seharusnya di sebut dalam pidato sang presiden J kala itu.

Karena makanan-makanam aneh, ekstrem ternyata juga ada yang menggemarinya dan sudah jadi "tradisi" seperti sengsu (tongseng asu) yang ada di solo  walau sudah dilarang tetapi peminatnya tetap ada dan yang jual juga banyak.

Saya sebut makanan ini ekstrem dan masih dijumpai di warung-warung  disana terbuat dari daging anjimg dan bumbunya tongseng pada umumnya. 

Contoh nyata tidak pernah diributkan sampai tingkat nasional toh ini sekali lagi bagaimana momentum, waktu yang benar dan koreksi naskah pidato sangatlah diperlukan adannya oleh kita bila sedang mengemban amanah negara.

Saran

Ambil nilai-nilai positifnya saja toh presiden juga manusia biasa saja. Makanan yang baik adalah makanan yang halal baik bahan maupun cara mendapatkannya bila begitu makanlah sesuai dengan keyakinan kita yang halal dan bergizi baik untuk tubuh kita sesuai syariat agama kita.

Bila sebagaian orang mau makan bipang ambawang, sengsu atau jipang terserah kita tidak usah makan dan tidak usah jelek-jelekan makanan mereka. Tetap berpikir positif ys gess.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun