Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Buku Biru 47,[Tantangan Menulis Novel 100 Hari]

2 Mei 2016   15:00 Diperbarui: 2 Mei 2016   15:08 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“terserah jangan lupa cari iman yang baik buat anak-anak kita bila  kelak aku mendahuluimu”

”mas aku tidak tahu ucapanmu itu”

Aku diam disini bukan hanya canda tetpai isyarat yang merupakan apa aku tidak mau tahu dan mengingatnya kembali, aku mau lupakan tetapi denyar dalam kepalaku menjawabnya harus di lakukan!

Hidup memang harus memilih dan ini juga mencari rahasiaNya yang pasti, bahwa setiap yang bernyawa akan mati, benar adanya, tetapi kita bisa memilih hidup yang lebih baik, adalah keahrusan.

Takdir harus disesali mendalam bukan begini, bagiku inilah cobaan yang paling berat setelah kehilangan kedua orang tuaku ya kehilangan mas Harun yang  mendahului kami yang  baru mulai emrangkak kehidupan yang lebih baik, agaknya mampu membuat  hati ini mupus tetapi apalah kesedihan yang larut, aku mencoba bangkit dan naik menajdi diri sendiri ibu, dan men jadi bapak bagi kedua buah hatikuadlah kenyatan yang ada dalm pikiran dan hatiku kadang aku juga repot  sendiri dan inilah mereupakan batu ujian yang kuanggap sebagi peenbus dosa ku yang selalu tidak bersyukur atas kehidupan yang lebih baik ini dan inilah mengapa mas Harun wanti-wanti, ya mengingatkan akan kehidupan yang serba sementara di dunia yang fana ini.

Ketika mas genteng itu datang walu dalam angan sepertinya embun pagi menetes di ahti ini dan memnag apakah harus aku mengahrap cintanya kembal, karena penghianatan cinta kami dulu, aku menjadi ragu, sepertinya hatiku meulai gundah memikirnya, dan inilah mengapa logika aku terjungkri balik , bukankahkamu sendiri yang membuat cintanya hilangd an terhapus dalm memori cinta ini?

Aku hanya diam memikir apakah ini yang dinamakan serba mungkin, tetapi bukankah manusia juga punya gengsi yang entah harus ditutupinya dengan ego dan perasaaan mau menang sendiri dan cenderung menyalahkanorang lain itulah manusia dan itu juga manusiawi daln hidup nyata ini.

“benar adia sahabat mu mbak? tanya Yuanita padaku

‘lebih dari sahabat…dekat”

“seberapa?”

“segini” samba aku memegang dada ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun