[caption caption="alsayidja.paint"][/caption]
Â
Cerita yang kemarin :http://fiksiana.kompasiana.com/alsayidjumianto/pathok-bandara-40-sebuah-novel_570d178121afbd7316b848c7
Telah kuduga romo mantan lurah ini sedang ada misi untuk membujuk hati kami, tetap aku tetap  menghormatinya  apalahi beliau hampri tiga kali menjabat lurah didesa kami dan teman baik almarhum bapak di desa ini desa Batas beliulah yang kami hargai dan tuakan dan paham soal'politik desa"  asalanya ya mencari ikan tetapi tidak keruh airnya, benar saja , tetapi bealjar dari pengalaman gumuk pasir emas di pesisir kidul tampaknya melek politik dan melek pemahaman  harga dirilah yang membuat bangkit dan melawanya.
 Bangkit
sejak  janji kamu belum pernah tepati
sejak semua di jual kepada "investor"
bukan hanya tanah, ladang, sawah kami
kamu juga mau menjual hati kamii
ataukah nurani kami
tidakbisa!
pasti jawabnya
lain kali
kita bicara
Â
alsayid ja 1342016,puisi keprihatinan hati
Â
"bagimanapun ini maslah pusat nduk"
"tentang bandara yang akan di bangun romo?'
"ya bagaimanapun untuk bandara internasional "
"saya sudah tahu romo mantan lurah yang kami hormati"
"tidak memaksa kok tetapi bila tidak mau silahkan ambil di kejaksaan besok ganti ruginya"
"boleh" aku diam seribu bahasa
"kami pasrah mas mantan, tetapi bukankah ini bukan dipaksa to?" tanya simbok pada romo amntan lurah ini
"tidak bisa harus lha Mei mau dibangun ini"
"tentang keadilan kami"
"ya bicra jujur saja kamu sekalian minta uang dan ganti rugi berapa to?"
Kami diam seribu bahasa tidak menoleh dan mengiyakan semua sunyi dan sepi ya harus fair lah menurut kami
Bersambung...