Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ada Kaus Merah, dalam Batik Presiden Petruk

10 Januari 2016   19:43 Diperbarui: 10 Januari 2016   20:20 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecipuhan dan hatinya tidak enak, karena sebagai presiden sebetulnya, harus melepaskan atribut lainya, sebagai pengusaha mebel, sebagai kader terbaik partai dan melepaskan segala jabatan yang pernah di pegangnya, presiden Petruk agak goreh hatinya.

Semua dinding-dinding istana dan semau foto mantan presiden seakan mengingatkanya akan satu yang ternyat selalu "dilanggar" oleh para presiden yang memangku jabatan di NKRM, Negeri doyong Mangulon ini, yakni kata "jangan merangkap jabatan" apalagi bila sudah menjadi orang nomer satu, di negeri doyong mangulon ini, dia tertegun di depan kaca menggunakan  baju batiknya yang sedikit kedodoran dari daerah asalnya yang terkenal akan batiknya.

Baju batik yang halus dan setrikaan itu di paskan dengan celana panjang hitam yang memadu padankan sebuah kenyataan, wibawa presiden, sebahai slah satu kader kepala kerbau merah, akan membuka rakernas partai  yang membuatnya sebagai kader terbaik untuk memeluk dan memangku jabatan sebagi presiden di NKRM ini.

Istrinya sudah mempersiapkan batik yang warnanya coklat dan tidak mewakili partainya sebagai presiden yang berwibawa dalam membuka membuka rakernas itu. 

"bias abu nanti acaranya ya pidato, pukul gong(bende) dan potong tumpeng' katany bapak kepada istrinya

"ya pak, ini juga sudah saya siapkan semuanya ' kata istrinya

"okelah," lalu dipakainya dengan sedikit wibawa , batik membuatnya tampak bisa disegani  sebagi kader terbaik yang memangku orang nomor satu diNKRM ini.

dan sebelum berangkat ke arena rakernas maka di panggilah ajudannya, mas gareng dan mas bagong

"aku mau membuka rakernas hari ini" katanya di hadapan mereka berdua

"ok juga pak," jawab bagong

"yang rakernas partai bapak juga  to?" kata mas gareng

'ya betul, tetapi aku tidak enak" ajwab pak presiden petruk

"biasanya pakai kemeja putih to pak?' tanya bagong

"ya tetapi aku pakai batik ini"

"biasanya pakai untuk blusukan saja pak kok tidak dipakai" sahut mas gareng

"ya okelah, aku sebenarnya, rikuh(tidak enak hati) pada mereka yang mengundanku, adalah teman-teman kader" akta pak presiden lagi

"tidak usah egan pak, santai saja" celetuk bagong

"memang kenapa pak" tanya mas gareng

"aku sebenarnya mewakili sebagi orang no satu di NKRm ini, ya harus mewakli rakyat semua sebagai presiden" imbuh sang presiden

"dan sebagi kader juga harus memakai kaus merah pak?" tanya bagong tiba-tiba

"ya tetapi istriku menyetrikan kaos putih ini, aku tidak enak lagi gong"kata pak presiden petruk lagi

"sebaiknya mendua ya tdiak papa pak" usul bagong lagi

"mendua bagaimana , saya harusnya independent to mas greng?" tanya pada ajudan yangs atu

"benar" harus tetap sebagi pemimpin yang no satu" katany gareng membobong

dan tiba waktunya pergi kerarena munas lalu

a'ku sudah punya solusi gong" kat pak presiden

"baiknya bagaimana?" tanya bagong

:aku tetap pakai batik , tetapi kaosnya ya merah to gong" kata presiden petruk lagi dan

"akur, sahut kedua ajudannya itu dan

nampaknya dari ketujuh presiden semua merangkap adalah hal biasa merangkap sebagi kader Partai adalah biasa di NKRM ini, tdiak papa, asal empan papan saja.

"revolusi mental sebaiknya ya di tepati dari masalah kecil rangkap jabatan ini" kata romo semar 

"sebaiknya bila kader  menjadi orang nomor satu ya sudah menghapus kepartaiannya" imbuhnya lagi

"ditepati...siapapun yang mendapat amanah, harus melepas baju partainya...demi rakyat semua'

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun