Saat ini, orang biasanya menilai orang lain dari penampilan orang tersebut terlebih dahulu. Hal itu bak nilai manusia hanya dibatasi oleh kurus dan gemuk. Saya tidak akan menyebutkan jenis kelamin dalam kasus ini. Namun, perilaku menghakimi tersebut jelas-jelas tidak etis. Pernyataan mereka sering kali, "Ih gendut banget, liat tuh lemaknya gelambir wkwkw." atau "Kamu kaya tengkorak jalan, LOL". Itu semua sampah! Ketika mereka melihat orang gemuk atau terlalu kurus berjalan-jalan menikmati hidup, tiba-tiba mereka menilai orang tersebut dari penampilannya. Beberapa orang akan berkata, "Ngga cocok pakai baju kaya gitu, ewh!" Sungguh makhluk yang tidak sopan. Kita hidup untuk mencari makna hidup. Lalu, apakah arti hidup itu adalah saling mempermalukan?Â
Orang gemuk sudah mendapat banyak penilaian buruk dari orang lain yang sebut saja 'oknum'. Mereka mengatakan bahwa orang gemuk tidak pantas hidup, orang gemuk tidak cocok dengan gaya apa pun, dan sebagainya. Orang gemuk adalah manusia yang beperasaan. Mereka membutuhkan kasih sayang dan harus diperlakukan seperti manusia. Tidak ada hukum yang menyatakan bahwa orang gemuk tidak boleh hidup bersama. Apakah mereka mencaci karena mereka benar-benar membenci kita? Beberapa dari mereka mencaci orang yang tidak mereka kenal. Bagaimana bisa mereka melakukan hal tersebut? Mereka bahkan tidak pernah bertemu dengan orang yang mereka benci. Mereka meminta orang gemuk untuk diet dengan kata-kata tidak senonoh, tapi tahukah mereka bahwa orang yang mereka benci sedang melakukan program diet? Â Kebencian mereka bahkan bisa mengacaukan program mental mereka. Diet itu sulit dan tidak bisa dilakukan hanya dalam satu atau dua bulan.Â
Mereka memerintah dan berkomentar sesuka hati tanpa mencobanya. Kekuatan dan kesehatan antar manusia tidaklah sama, ada orang yang berhasil menurunkan berat badan dalam dua bulan dan ada juga yang sangat susah turun dalam satu bulan walau hanya satu kilogram. Ada pula oknum yang berkata,"Kamu tuh gendut, gak usah lah pakai rok-rok pendek kaya gitu, lemak paha kamu tuh gelambir jelas banget." Kebebasan berpakaian adalah hak setiap manusia, yang mana hak tersebut tidak untuk dituntut dan dilarang. Tidak seorang pun berhak menuntut suatu hak.Â
Jika menjadi orang gemuk bisa menimbulkan banyak kebencian, lalu haruskah kita menjadi orang yang sangat kurus? Saat ini, menjadi orang gemuk atau sangat kurus adalah hal yang tabu. Orang kurus banyak mendapat cacian juga. Bagi sebagian orang mungkin kalimat, "Pergelangan tangan kamu kecil banget, pingin deh punya badan kaya kamu juga." adalah pujian untuk orang kurus. Namun pernahkah mereka memikirkan bagaimana perasaan orang yang kita lontarkan klausa tersebut? Kata-kata itu bisa menjadi pemicu sisi sensitifnya. Beberapa orang kurus sensitif dengan kata-kata itu karena mereka tidak suka dengan pujian itu. Itu bahkan bukan pujian bagi mereka. Mereka merasa malu dengan tubuh kurusnya, apalagi jika ada yang berkata, "Kamu seperti kerangka yang berjalan." Apakah itu lucu untuk dikatakan? Salah satu pernyataan popular yang sangat ofensif dan tidak etis untuk disampaikan atas dasar sesama manusia.Â
Apa yang mereka pikirkan saat mengatakan semua kalimat itu? Apakah mereka tidak memikirkan perasaan orang yang mereka caci? Apa intensi mereka? Semua pernyataan itu bisa berdampak besar pada kehidupan orang tersebut. Sudah banyak kasus yang terjadi karena kebencian dan cacian. Para oknum biasa berbicara tanpa berfikir. Mereka mengutarakan apa yang mereka lihat tanpa menyaring dan berfikir dampak kedepannya.Â
Zaman sekarang, suatu penghinaan mereka normalisasikan dengan kedok joke. Tidak semua orang kurus suka untuk dipuji mereka kurus, bisa jadi hal tersebut adalah hal yang sensitif. Bagi orang gemuk, mereka mengagumi orang kurus dan tak jarang ingin menjadi sekurus mereka. Namun tak menutup kemungkinan orang kurus juga ingin menaikkan berat badan mereka. Fenomena tersebutlah dampak dari cacian para 'oknum', manusia merasa tidak puas dengan apapun yang mereka punya dan rasakan. Mereka akan selalu membandingkan diri mereka dengan orang lain dan menyalahkan diri mereka. Mereka akan mengalami yang dinamakan Body Dysmorphic Disorder atau BDD. Â
 Body Dysmorphic Disorder is a preoccupation with an ''imagined'' defect in one's appearance. Alternatively, where there is a slight physical anomaly, then the person's concern is markedly excessive. The preoccupation is associated with many time consuming  rituals such as mirror gazing or constant comparing (Veale, 2004).Â
Jadi orang yang terkena BDD akan terus membandingkan dirinya dengan yang lain, tidak pernah merasa cukup, dan semacamnya. Salah satu ciri BDD yaitu sering kali menatap dirinya di cermin dalam waktu yang lama. BDD sering kali dialami oleh wanita. BDD sering kali muncul karena factor gangguan lain, seperti gangguan makan, kecemasan bersosialisasi, dan sebagainya.Â
BDD appears relatively common in clinical settings, including inpatient psychiatric settings; among patients with obsessive compulsive disorder (OCD), eating disorders, social anxiety disorder (SAD), and major depressive disorder (MDD; especially atypical depression); and in dermatology and cosmetic surgery settings. (Phillips, 2007)Â
Seseorang dengan BDD adalah benar adanya. Saya adalah salah satu bukti nyata yang mana saya selalu merasa kurang dengan tubuh saya dan selalu membandingkan tubuh saya dengan orang lain. Saya hidup dengan melawan pikiran saya tentang membandingkan diri saya, sering kali saya merasa tertekan dengan hal tersebut, jika ada seseorang yang mengomentari tubuh saya, saya bisa memikirkan hal tersebut selama satu bulan. Karena hal itu, saya menjalani diet ekstrem selama satu tahun, hingga saya mengalami penurunan berat badan sebanyak tiga puluh kilogram. Terdengar tidak masuk akal, namun  itulah yang terjadi. Maka dari itu, saya minta tolong untuk berhenti mengomentari hal buruk mengenai penampilan dan tubuh seseorang. Kita tidak pernah tau apa dampak serius yang akan dialami oleh orang yang kita beri komentar.
Miris, yang mana seharusnya sesama manusia kita saling mendukung dan menghargai namun sebaliknya, manusia semakin lama semakin saling membunuh tanpa menyentuh. Bukan hanya satu jiwa terbunuh karena cacian, kata-kata, bahkan kalimat yang dilontarkan tanpa pertimbangan. Kini, untuk memberantas semua perilaku sampah para 'oknum' adalah hal yang sulit jika tidak dari pribadi masing-masing. Coba posisikan diri menjadi orang yang terhina. Apakah mereka layak mendapatkan penghinaan sampah seperti itu? Â