Mungkin tulisan ini sepatutnya hadir di bulan terakhir mendekati pergantian tahun. Namun, rasanya saya ingin menuangkan refleksi dari apa yang saya rasakan setahun ke belakang di bulan ke sebelas ini. Banyak tawa dan tangis yang hadir, bahkan banyak sekali kejadian tidak terduga yang silih berganti menerpa sebelas bulan yang saya jalani di tahun ini.
Beberapa impian yang belum rampung, beberapa amarah yang membara, beberapa tawa yang hanya seperkian detik, semua tergabung menjadi satu dan menguar tanpa jejak.
Sebelas bulan, banyak penyesalan dan banyak ucapan terima kasih yang bisa dipanjatkan. Upaya untuk bangkit setelah berkali-kali terjatuh di lubang yang sama, nampaknya sangat ironi tapi juga berarti.
Tahun ini membuat kita lebih banyak belajar untuk tabah dan menerima. Hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana sudah tentu ada di sepanjang perjalanan, kita hanya perlu pandai-pandai berusaha membuat jalan lain yang menghasilkan peluang yang hampir sama walau berbeda.
Menarik sedikit ke awal tahun, saya berusaha untuk kembali menulis. Iya, berani kembali menuangkan isi pikiran ke dalam sebuah tulisan. Setelah mengalami penyesalan dan ketakutan terhadap isi pikiran sendiri atas tuntutan-tuntutan (mereka). Ternyata kembali berdiri sendiri untuk terjun (lagi) dalam dunia kepenulisan bukanlah hal yang mudah. Saya kembali gagal dan memutuskan untuk berhenti, saat itu yang ada di pikiran saya adalah; "Saya harus kembali lagi, dalam keadaan yang lebih siap."
Hampa. Itu yang saya rasakan ketika memutuskan untuk berhenti menulis. Membiarkan semua peristiwa terjadi dan memposisikan diri sebagai seseorang yang duduk di kursi penonton. Bisu. Tak ada satu kata dan pikiran yang berhasil dilontarkan. Ketakutan akan dihakimi oleh karya sendiri, membuat sebagian diri menghilang bak bayangan dalam kegelapan.
Saya takut jika kembali menulis, saya tidak punya kuasa penuh dengan apa yang saya ciptakan. Takut jika sewaktu-waktu, isi pikiran saya kembali direnggut oleh mereka-mereka yang tidak bertanggung jawab.
Pada bulan ke tujuh, akhirnya saya memilih untuk kembali menulis. Walau tulisan yang hadir hanya beberapa ratus kata dan kurangnya korelasi antara satu paragraf dengan yang lainnya. Tak ada salahnya kembali memulai semuanya dari awal. Belajar menerima bahwa ternyata, keputusan untuk berhenti setahun yang lalu membuat banyak sekali perubahan dalam pola pikir menulis saya. Menerima bahwa saya harus memulai kembali dari nol.
Setelah tulisan di bulan ke tujuh itu hadir, saya merasa payah. Tidak bisa lagi menulis hingga seribu kata. Berhenti dengan pikiran kosong di kata ke empat ratus, bahkan tanpa penyelesaian dan struktur yang apik.
Semuanya payah, untuk seseorang yang pernah menembus beberapa platform berita, pikir saya.
Namun sepertinya, duduk diam dan terus menyalahkan diri sendiri hanya membuat saya menjadi lebih payah.