Dan LKY cukup sukses. Ketika pemilu 1963–1964 bergilir, partai PAP besaran LKY berhasil meraih 1 kursi parlemen di Malaysia, sementara partai Melayu UMNO gagal meraih kursi parlemen daerah di Singapura.
Politisi Melayu pun mulai takut. Petinggi partai UMNO mulai meminta pemerintah untuk menangkap LKY karena dianggap "subversif" dan "ancaman negara" karena partai PAP dikira menyebarluaskan Komunisme.
Puncaknya adalah tahun 1964, ketika kerusuhan antar-rasial terjadi di Singapura membuat 36 orang tewas, 500 lebih orang terlukai,dan 5000 orang ditangkap aparat.
 Perdana Menteri Tunku melihat tampaknya tidak ada alternatif lain untuk menyelesaikan permasalahan ini, akhirnya Singapura secara resmi dikeluarkan dari Federasi Malaysia pada tahun 1965 setelah diadakan pula pengambilan suara dalam parlemen negara yang menghasilkan 126 suara setuju dan sama sekali tidak ada suara tidak setuju dalam persoalan pengeluaran Singapura ini.
Kuala Lumpur (pemerintah Federal Malaysia) menganggap Singapura sebagai "anak udah kuliah rewel & bandel, ga mau bantu-bantu" padahal "rumahnya belum selesai direnovasi" dan Malaysia masih punya "bayi-bayi kecil yang mesti diangon" (Sarawak & Sabah, keduanya baru mulai diintegrasi ke dalam sistem negara Malaysia, sebelumnya masih perang sama Indonesia)
Perjanjian Air Singapura dan Malaysia
Setelah memisahkan diri dari Malaysia pada 1965, Singapura menghadapi masalah pelik: mereka tak memiliki pasokan air. Maklum, negara dengan dengan luas selemparan batu itu tidak memiliki kemewahan dalam hal air seperti Indonesia. Tanah di Singapura tidak bisa diandalkan untuk memasok air tanah untuk rumah tangga maupun industri, tak seperti air tanah di Indonesia yang berlimpah ruah.
Saat 1960-an, Singapura mengandalkan pasokan air dari aliran sungai di Johor, Malaysia, yang masuk ke wilayah Singapura. Berbekal perjanjian tahun 1961 dan 1962, meski Singapura merdeka, Malaysia tidak bisa menyetop atau mengalihkan air di sungai Johor. Itulah pasokan penting bagi Singapura saat itu.
Perjanjian air itu dibuat pada 1962 dan berakhir pada 2061. Singapura dapat mengimpor setiap hari sampai 250 juta galon air yang belum diolah dari Sungai Johor dengan harga 3 sen ringgit per 1.000 galon. Singapura kemudian wajib menjual sebagian air yang telah diolahnya itu kembali ke Malaysia dengan harga 50 sen ringgit per 1.000 galon.