Perkembangan media sosial selalu diiringi dengan perkembangan teknologi. Fungsi media sosial menurut Annisa ialah sebagai sumber informasi, korelasi, dan hiburan. Media sosial tentu saja menjadi media dalam penambah pengalaman dan informasi yang tentu saja mempengaruhi tidak hanya identitas diri namun lingkungan sosial. Media ini tentu saja mempengaruhi kontruksi pemahaman mengenai identitas diri.Â
Identitas sendiri berarti pengartian terhadap diri sendiri yang kita pahami lalu di proyeksikan ke orang lain sehingga identitas diri terbentuk. Pembentukan identitas ditunjukkan saat proses pemberian respon atatu ekspresi terhadap tanggapan orang lain.
Identitas ini tidak membatasi gender karena bebasnya dalam berekspresi. Setiap orang bebas mengekspresikan dirinya. Konsep gender sendiri dibedakan menurut seks  dan jenis kelamin secara biologis. Pengkategorian laki-laki dan perempuan melalui atribut maskulinitas dan femininitas yang didukung dengan dukungan masyarakat bersangkutan merupakan definisi dari gender.Â
Kebebasan ekspresi di media sosial tidak membatasi seseorang untuk menunjukkan identitasnya, Karakteristik maskulinitas dan femininisme digabungkan dan muncul androgini sebagai bukti bentuk kebebasan berekspresi.Â
Pembagian peran maskulin dan feminim pada waktu yang bersamaan merupakan arti dari androgini. Menurut Annisa mengutip dari Sandra Lipzits mereka yang bisa menyeimbangkan maskulinitas dan femininitas adalah mereka yang memiliki identitas gender yang sehat. Individu yang androgini memiliki gaya yang lebih fleksibel dan lebih secara mental dibandingkan individubyang maskulin ataupun feminim.
Peran gender dalam sistem sosial masyarakat selain jenis kelamin adalah fashion. Sebuah cara atau kebiasaan dan mode merupakan gambaran dari istilah fashion yang dimana mengekspresikan identitas pemakainya. Kebanyakan masyarakat menganggap fashion sebagai penggambaran gender. Penggambaran gender inilah yang menandakan adanya batas dalam brekspresi.Â
Remaja kini sering menggunakan media sosial dan mengekspresikan gender mereka dengan bebas. Pengekspresian diri di media sosial ini menunjukkan bahwa mereka bangga dengan identitas gender yang dimiliki. Hal ini dilakukan karena mereka merasa identitasnya tidak diterima oleh masyarakat sekitar sehingga membuat mereka mengekpresikannya di media sosial.Â
Selain itu ini terjadi karena masyarakat sudah menetapkan segalanya dalam kategori gender. Individu yang unik ini dipaksa oleh lingkungan untuk bertindak sesuai gender mereka bahkan dengan cara berpaikan. Penggunaan pakaian androgini yang menyeimbangkan maskulin dan feminim ini merupakan salah satu contoh bahwa tidak ada gender dalam berpakaian.Â
Remaja dengan terbuka akan memberi tahukan identitas gender mereka di media sosial dan menyuarakan bahwa dalam fashion tidak dibatasi oleh gender. Tindakan yang dilakukan ini tentu saja memicu berbagai reaksi masyarakat di media sosial. Banyak sekali masyarakat yang tidak terima dengan pendapat mereka. Banyak dari mereka yang mengatakan bahwa dalam fashion tentu ada gender didalamnya yang membedakan maskulinitas dan femininisme.
Tidak sedikitpula dari mereka yang mencemooh di media sosial. Tindakan merugikan yang menghina orang lain secara berulang di media sosial disebut dengan Cyber Bullying. Remaja yang mengekspresikan diserang oleh orang-orang yang tidak setuju dengan pendapat mereka mengenai fashion tidak ada gender atau paham tentang penyimpangan gender mereka selalu melakukan aksi Bullying.Â
Para remaja yang menjadi korban Bullying ini disebut dengan Cyber Bullying Victimization.Â