Mohon tunggu...
Alpi Wahyuni
Alpi Wahyuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hai saya Alpi wahyuni Mahasiswa dari program studi ilmu politik UIN RADEN FATAH PALEMBANG

Mahasiswa UIN Raden Fatah palembang program studi ilmu politik dengan nim 23011420022

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengaruh Fenomena Politik Uang (Money Politic) dalam Pemilu terhadap Daya Pilih Masyarakat

5 Juni 2024   19:37 Diperbarui: 5 Juni 2024   20:55 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 PENGARUH FENOMENA POLITIK                 UANG(MONEY POLITIC) DALAM PEMILU TERHADAP DAYA PILIH MASYARAKAT

Politik uang adalah praktik penggunaan uang atau barang untuk mempengaruhi keputusan politik, khususnya dalam konteks pemilu.Persoalan ini menimbulkan beberapa pertanyaan mengenai implikasinya terhadap demokrasi dan hakikat pemilu. Apakah politik uang benar-benar mengubah preferensi pemilih? Bagaimana politik uang mempengaruhi aktivitas politik dan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi?.Kenapa politik uang bisa terjadi? Siapa yang dapat melakukan politik uang? Dalam konteks Indonesia, poltik uang secara umum dipandang tidak efektif dan melemahkan integritas pemilu. Namun ketimpangan perekonomian dan perbedaan tingkat pendidikan politik menjadikan poltik uang sebagai alat yang efektif dalam memenangkan suara banyak kandidat. Hal ini menciptakan dilema di mana pemilih terjebak antara motivasi ekonomi dan politik jangka pendek dan integritas kandidat.

Politik uang atau politik suap merupakan suatu cara pemberian suap atau janji untuk memastikan seseorang tidak menggunakan hak atau hak pilihnya dengan cara tertentu pada suatu pemilihan umum.ini bisa dilakukan dengan uang tunai atau barang. Politik uang merupakan salah satu jenis penyalahgunaan kampanye yang biasanya dilakukan oleh simpatisan, aktivis, atau pimpinan partai politik menjelang hari pemilihan umum. Pelaku politik uang bisa berasal dari berbagai kalangan yang terlibat dalam proses politik .kelompok utama yang sering terlibat dalam praktik politik uang seeprti: Kandidat dan partai politik, tim Kampanye dan relawan,donatur dan sponsor dan broker Politik atau Perantara.Praktik politik uang ini dilakukan dengan memberikan uang dan barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak, dan gula kepada masyarakat guna menciptakan simpati masyarakat untuk memilih partai yang bersangkutan. Politik uang mempunyai dampak langsung terhadap perilaku pemilih.

Praktik politik uang telah terjadi sepanjang sejarah politik, namun kemunculannya sebagai masalah signifikan dalam konteks modern dapat ditelusuri kembali ke abad ke-19, terutama seiring dengan perkembangan demokrasi representatif dan meningkatnya biaya kampanye politik. Praktik ini dapat lebih memperburuk dalam sistem politik yang lemah atau korup.Setiap bentuk korupsi dalam pemilu selalu diidentikan dengan politik uang. Hal tersebut" menurut Daniel Bumke karena selama ini tidak ada definisi yang jelas politik uang digunakan untuk menerangkan segala jenis praktik dan perilaku korupsi dalam pemilu. Mulai dari korupsi politik hingga klientelisme dan memberi suara(vote buying) hingga kecurangan. "

pemilih yang menerima sumber daya nyata cenderung memilih kandidat atau partai yang memberikan dukungan tersebut, meskipun mereka tidak sepenuhnya mendukung visi, pesan, atau program tersebut. Pemilih sering kali memandang pemberian uang atau barang sebagai sumber daya yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga keputusan memilih mereka lebih mengarah pada tindakan ekonomi dibandingkan keputusan ideologis dan politik. Demokrasi yang sehat harus didasarkan pada pemilu yang bebas dan adil di mana para pemilih mengambil keputusan penuh mengenai kandidat dan kebijakan mereka.Politik uang dapat terjadi karena berbagai faktor yang saling terkait, seperti: Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, kurangnya pendidikan dan informasi,budaya politik yang korup, lemahnya penegakan hukum, kurangnya pengawasan dan transparansi

Politik uang menciptakan situasi di mana pemilih lebih termotivasi oleh kebijakan jangka pendek dibandingkan kebijakan berkelanjutan dan visi pembangunan jangka panjang. Ketika politik uang menjadi norma, kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu dan lembaga demokrasi menurun. Pemilih yang mengetahui suaranya dijual mungkin akan meragukan integritas pemilu dan kualitas calon terpilih. Hal ini berdampak negatif terhadap kebijakan pemerintah dan dapat menyebabkan kemunduran politik di masyarakat. Poltik uang juga dapat menghambat reformasi politik yang diperlukan untuk meningkatkan proses demokrasi. Kandidat yang dipilih melalui politik uang mungkin fokus pada keuntungan investasi daripada penerapan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Pemimpin yang tidak kompeten yaitu kandidat yang menang melalui politik uang, mungkin tidak memiliki kemampuan atau integritas yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab pemerintah secara efektif. Tujuan mereka mungkin adalah untuk mengembalikan "investasi" politik dan bukan untuk melayani kepentingan publik. Hal ini dapat menyebabkan salah urus dan korupsi yang meluas. Dampak politik uang dipandang sebagai tindakan positif di antarapemilih yang kurang mendapat informasi atau merasa dikucilkan secara ekonomi dan sosial.

Pemilih dalam kelompok ini mungkin merasa bahwa menerima uang atau barang memberikan manfaat langsung, namun mereka tidak mendapatkan manfaat dari kebijakan pemerintah jangka panjang. Seringkali, pemilih yang terpinggirkan melihat politik uang sebagai satu-satunya cara untuk mencapai keuntungan politik sementara tanpa memikirkan dampak berkelanjutan dari kebijakan politik uang. Politik uang mengurangi kualitas demokrasi, meningkatkan korupsi, melemahkan otonomi dan patronase, melemahkan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga demokrasi, dan melemahkan reformasi politik. untuk mengatasi dampak-dampak ini diperlukan upaya yang signifikan untuk meningkatkan transparansi, penegakan hukum, dan pendidikan politik yang berkelanjutan sehingga pemilih dapat mengambil keputusan berdasarkan kebijakan dan kinerja kandidat, bukan berdasarkan uang atau imbalan.

Politik uang mempunyai dampak yang signifikan terhadap hak untuk memilih dalam pemilu dan mempunyai konsekuensi negatif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan mengalihkan fokus dari persaingan ideologi dan politik ke materialisme, politik uang mempengaruhi perilaku pemilih dengan cara yang melemahkan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Dalam jangka pendek, politik uang dapat efektif dalam meningkatkan jumlah suara yang diterima oleh kandidat atau partai tertentu, terutama di kalangan pemilih yang kurang informasi atau pada masa perekonomian yang sulit. Pemilih pada kelompok ini cenderung memilih calon yang memberikan manfaat nyata karena mereka yakin bisa langsung memenuhi kebutuhan sehari-hari. Politik uang melemahkan integritas pemilu, melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga demokrasi, dan menciptakan budaya ketergantungan di mana pemilih bergantung pada dukungan kandidat atau partai politik. Selain itu, Politik uang meningkatkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, menghambat reformasi politik yang diperlukan, dan meningkatkan kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat.

Mengatasi dampak negatif Politik uang memerlukan upaya besar untuk memperbaiki undang-undang, memperkuat kontrol pemilu, dan memberikan informasi politik yang konsisten kepada masyarakat. Hanya dengan cara ini pemilu dapat kembali ke proses demokrasi yang adil dan transparan, dimana pemilih mengambil keputusan berdasarkan penilaian rasional terhadap kebijakan dan kinerja kandidat, bukan berdasarkan fakta. Kami percaya bahwa dengan penegakan hukum yang kuat, pengawasan yang kuat, dan pendidikan yang kuat, politik uang dapat dikurangi dan demokrasi yang partisipatif dapat dicapai ketika suara setiap warga negara dihormati dan keputusan politik dibuat.

REFERENSI

11Daniel Bumke, "ChallengingDemocratisation: Money Politics and Local

Democracy in Indonesia", (West Yorkshire: Leeds University), hal. 1.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun