Mohon tunggu...
Fika Afriyani
Fika Afriyani Mohon Tunggu... Freelancer - Asisten Peneliti

Ruang latihan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perihal Bersyukur

14 Juli 2024   15:21 Diperbarui: 14 Juli 2024   15:38 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenai pencapaian, ada hal yang menggugah saya saat selesai sholat isya beberapa waktu lalu. Di usia yang sudah mencapai pertengahan 30an, umumnya para wanita sudah menjadi seorang ibu atau yang lelaki sudah memiliki jabatan dalam pekerjaannya, setidaknya karir dengan penghasilan yang stabil. Hal tersebutlah yang juga terjadi pada teman-teman dan orang disekitaran saya secara umum.

Dulu saat saya masih bekerja di kampus sebagai asisten riset, seringkali merasa insecure jikalau melihat kondisi teman-teman dari media sosial. Mereka sering menjadi narasumber sebuah seminar besar dengan topik yang sangat signifikan untuk kondisi masyarakat di Indonesia. Selain itu, mereka juga menyandang status sebagai orang tua dengan keluarganya yang 'cemara'. Ada pikiran bahwa seiring dengan kesuksesan tersebut, pastinya penghasilan mereka jauh lebih tinggi dari saya.

Berpikir berlebihan, hal-hal kecil dirasakan semakin lama tidak ada habisnya. Tapi, malam itu saya merenung bahwa dengan kondisi yang sekarang pun, saya pikir tidak apa-apa. Ternyata saya baik-baik saja. Memang saya belum sesukses teman-teman seangkatan, belum menikah juga mungkin masih disuruh menunggu sebentar lagi karena sang calon juga sedang mempersiapkan dirinya. Namun, saya baik-baik saja.

Ada fase dimana saya memohon kepada sang pemilik hati dan kehidupan, supaya menjadikan saya sebagai orang yang bersyukur. Tubuh sehat, masih bisa berpikir apabila mengalami kesusahan, ada uang untuk membeli es krim dan es kopi di kafe-kafe cantik di sekitar tempat tinggal. Masih dapat menikmati matahari terbit dan terbenam. Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kau dustakan? (QS-Ar Rahman).

Jikalau saya ingat-ingat lagi, perihal tersebut tidaklah instan. Ternyata, perasaan bersyukur dan sadar diri untuk terus menjadi sehat (jasmani dan rohani) adalah salah satu faktor yang membuat saya mencapai fase dengan pemikiran ini. Dan hal tersebut adalah privilege yang bisa jadi tidak semua orang dapat merasakan.

Saya sangat bersyukur, sekali lagi saya hayati kalimat tersebut.

Suratan perjalanan seseorang memang siapa yang tahu kecuali Sang Khaliq, sebagai pembuat sebaik-baiknya rencana setiap insan manusia. Teringat dimasa pandemic tahun 2020 lalu, saat kondisi tidak ada pemasukan, menangis setiap hari, sendirian di dalam ruangan sebuah gedung di pinggiran Jakarta. Mencari harapan dengan membuka lowongan dari mulai bangun, merevisi curriculum vitae, mengirim dan berharap ada kabar baik. Untungnya ruang saya bekerja di kampus dapat dikunjungi dan saya manfaatkan komputer dan internetnya. Meski, tidak ada pekerjaan saya masih leluasa bisa mengakses ke sana untuk mencari lowongan pekerjaan baru ataupun peluang untuk melanjutkan studi. Another privilege that I noticed so late.   

Saat itu, rasanya lelah sekali setiap hari mencari dan melamar pekerjaan baru namun tidak ada kabar. Di lain sisi saya juga mencoba peluang untuk melanjutkan studi kembali. Perihal ini tadinya murni dipikir untung-untungan saja. Meskipun begitu, ada lebih dari tujuh lamaran dan tawaran kuliah yang tentu saja bila ini semua terwujud, saya harus memiliki beasiswa.

Well, panggilan kerja belum beruntung begitupun rencana melanjutkan studi. Jadi, sehari-harinya ya saya habiskan dengan baca buku-buku koleksi saya saja. Bahkan terpikir untuk menjual buku-buku tersebut supaya ada pemasukan. Hingga akhirnya saya mendapat dua panggilan interview sekaligus, pekerjaan dan tawaran studi. Kesabaran yang dijalani akhirnya membuahkan hasil.

Hingga akhirnya tulisan ini dibuat, hampir tiga tahun saya menjalani studi di negeri tetangga dan setiap hari selalu ada hal-hal yang mengingatkan untuk meminta kepada Sang Khaliq untuk menjadikan saya sebagai manusia yang bersyukur. Perihal kita selalu membanding-bandingkan diri dengan orang lain memang tidak ada habisnya. Yang patut untuk dibandingkan hanyalah diri kita sendiri saat kemarin, yang mana seharusnya usaha hari ini harus lebih baik walau hasilnya naik turun. Walau kadang hanya bisa 'Ya Allah, Ya Allah saja...' sambil menangis pun tidak apa-apa, yang penting usahanya jangan berhenti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun