Mohon tunggu...
Ade Hermawan
Ade Hermawan Mohon Tunggu... Administrasi - Ora et Labora

An Ordinary Citizen of Indonesia, civil engineer, social-preneur, youth of the nation.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Neraka Bergamo di Italia

10 April 2020   09:22 Diperbarui: 10 April 2020   15:01 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reaksi para pemain Atalanta usai memenangi laga Atalanta vs Valencia yang merupakan laga 16 besar Liga Champions di Stadion San Siro, Milan.(AFP/MIGUEL MEDINA)

SAN Siro bergemuruh. Di bawah langit malam kota Milan, di utara Italia, angin lembap mengalir membawa hawa dingin dan menyapu langit-langit kota yang bergairah itu.

Konon, orang-orang Italia percaya, gairah kota Milan sanggup membakar apa saja. Saya tidak tahu persis. Tapi Atalanta, setidaknya pada malam itu, membuktikan demikian. Semacam ada daya magis yang tiba-tiba saja menyusupi jiwa mereka. 

Atalanta bermain sangat atraktif dan penuh tenaga, seperti Reog dari Ponorogo: bertempur kesetanan, dan mereka akan mengunyah apa saja dihadapannya, dan juga akan menelannya. Valencia yang menjadi tamu harus mengubur mimpinya berlama-lama di panggung Liga Champion Eropa karenanya.

Gairah kota Milan merasuki dan membakar para pemain Atalanta, juga empat puluh ribu penggemar La Dea dari Bergamo, sebuah kota di sebelah timur-laut Milan. 

Di tengah euforia itu, tak ada satu pun dari orang-orang itu yang menyadari bahwa sesuatu yang mengerikan dan tak nampak oleh mata tengah mengintai mereka dari jarak yang sangat dekat. Terlalu dekat.

Selang sebulan setelah pertandingan, orang-orang baru terhentak.

Baca juga: Catenaccio - Seni dan Tradisi Bertahan dari Italia

Kota Bergamo merupakan basis dari klub sepakbola Atalanta Bergamasca Calcio, S.p.A,. Musim 2019/2020 kali ini, adalah musim debut mereka mentas di Liga Champion sejak klub didirikan 112 tahun yang lalu. 

Atalanta secara tradisi, bukanlah klub besar di Serie-A Liga Italia. Gelar Scudetto mereka belum punya. Posisi tertinggi di liga hanyalah posisi ke-3, dan itu pun baru musim lalu; posisi yang mengantarkan mereka musim ini menembus Liga Champion, liga elit para jawara seantero Eropa. 

Tim inti Atalanta BC yang diisi pemain muda dan sangat atraktif (sumber: www.scisport.com)
Tim inti Atalanta BC yang diisi pemain muda dan sangat atraktif (sumber: www.scisport.com)

Demikianlah, ketika Atalanta berhasil menyegel satu slot di babak 16-besar, publik Bergamo berpesta dan Gian Piero Gasperini, sang pelatih yang telah bekerja hampir empat tahun, didapuk menjadi warga kehormatan kota.

Dan Atalanta bukanlah klub elit di Italia, stadion di kota mereka tak cukup layak menggelar pertandingan sekelas Liga Champion dan jadilah mereka meminjam San Siro, stadion milik dua raksasa bersaudara: Internazionale dan AC Milan.

Pertengahan Februari,  Liga Champion Eropa bersiap menggelar babak 16-besarnya. Atalanta, berdasarkan undian, harus bertemu dengan Valencia, sebuah klub yang cukup elit dan berbasis di pesisir timur Spanyol. 

Pertemuan pertama digelar dengan Atalanta bertindak sebagai tuan rumah lebih dulu. Penyelenggara menetapkan waktu: 19 februari 2020, sekitar pukul 22.00 malam waktu Milan.

Malam itu, sepanjang laga, San Siro bergemuruh. Orang-orang berteriak dan berjingkrak, mereka bersorak-sorai kegirangan, demi merayakan kemengangan bersejarah klubnya, mereka saling berpelukan dan bersalaman satu sama lain, dengan jarak di antara mereka tak lebih dari lima sentimeter. 

Memasuki menit ke-62, Atalanta telah unggul 4-0 dan membenamkan lawannya ke dasar neraka. Valencia hanya sempat membalas satu gol 24 menit jelang bubaran. Gol itu sama sekali tak mengangkat para pemain Valencia dari keterpurukan. Mereka pulang membawa rasa trauma.

Tiga pekan kemudian, pada leg kedua di Estadio de Mestalla, Valencia kembali dihajar Atalanta dengan skor 3-4. Tapi dengan stadion yang kosong tanpa penonton.

Empat hari setelah pesta kemenangan leg pertama di San Siro itu, orang-orang baru menyadari, ada 221 orang di Italia, khususnya bagian utara, telah terjangkit satu virus jenis baru dari Tiongkok, yakni Covid-19.

Terlambat.

Selang 5 hari kemudian, tanggal 29/02, angka itu tiba-tiba melonjak menjadi 1.049 penderita, dan 4 hari berikutnya, naik dua kali lipat lebih, yakni 2.706 penderita. 

Penyebaran virus itu amat cepat dan menghentak publik Italia. Kebijakan isolasi lantas diberlakukan, dan para supporter Atalanta dilarang ikut timnya ke pertandingan leg kedua di Spanyol.

Sebulan kemudian, bayangan orang-orang tentang malam yang bergairah di San Siro itu berubah: San Siro tidak hanya menjadi neraka bagi Valancia, tapi juga kubangan api bagi lebih dari empat puluh ribu orang-orang Bergamo, dan itu artinya, hanya mengunggu waktu akan menjadi neraka juga bagi Italia dan juga Spanyol secara keseluruhan. 

Di seluruh Eropa, hingga selasa 31/03, dua puluh enam ribu jiwa telah melayang karena virus itu. Italia menjadi negara yang paling tinggi angka kematiannya, yakni 11.591 jiwa, menyusul Spanyol dengan 7.716 jiwa.

Dampak lain, semua kompetisi, termasuk Liga Champion perdana milik masyarakat Bergamo itu, harus dibekukan sampai batas waktu yang belum ditentukan. Tak ada lagi pesta, mungkin hingga musim ini berakhir. Musim depan kita belum tahu pasti. Gairah-gairah magis yang selama ini menyelimuti kota-kota di region Lombardia pun ikut terbenam.

"Malam itu, 'bom biologis' telah meledak di San Siro." Kata seorang dokter kepala bidang pulmonologi di rumah sakit utama Bergamo.

---

Baca juga: Inilah Tim Ballon d’Or Sepanjang Masa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun