Mohon tunggu...
Ade Hermawan
Ade Hermawan Mohon Tunggu... Administrasi - Ora et Labora

An Ordinary Citizen of Indonesia, civil engineer, social-preneur, youth of the nation.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Apakah yang Lebih Baik daripada Mempertahankan Aset?

23 Desember 2014   13:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:39 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_385175" align="aligncenter" width="540" caption="Gedung Kementerian BUMN. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)"][/caption]

Entah apa yang menjadi alasan menteri BUMN berniat menjual Gedung Kementrian BUMN. Padahal kita semua pasti setuju, bahwa kunci sukses dalam sistem ekonomi kapitalis hari ini adalah aset. Siapa yang memiliki aset berarti sudah memiliki kunci sukses. Pintunya adalah bagaimana mengelola aset tersebut dengan baik dan benar.

Satu hal yang menjadi pertanyaan ketika Menteri BUMN Rini Soemarno mewacanakan untuk menjual gedung BUMN. Apakah nilai manfaat gedung itu sudah tidak lebih besar daripada nilai jualnya?

Dalam berbagai kesempatan Ibu Rini selalu mengatakan bahwa penjualan gedung tersebut demi efisiensi. Anggaran yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dinilai tidak sebanding dengan output yang diharapkan. Ibu Rini sepertinya merasa negara akan rugi bila harus membiayai gedung dengan 21 lantai yang hanya melayani aktivitas sekitar 250 orang pegawai di kementeriannya. Dengan kata lain input sudah lebih besar dari output alias produktivitas menurun. Beliau lalu melanjutkan bahwa hasil penjualan gedung itu akan digunakan untuk menyewa kantor yang lebih kecil. Dengan begitu ada selisih dari penjualan itu yang bisa masuk ke kas negara.

Seperti apa kalkulasi defenitifnya, hanya Ibu Rini yang tau pasti. Boleh jadi feasibility study penjualan aset ini juga belum rampung. Makanya para pendukung Ibu Rini selalu mengatakan bahwa kebijakan ini masih sebatas wacana.

Jika betul jadi dijual, maka pemerintah mendapat keuntungan dari dua hal, pertama, anggaran pemeliharaan gedung tidak ada lagi, yang kedua, pemerintah memperoleh dana segar hasil penjualan gedung tersebut. Namun di saat yang sama pemerintah telah kehilangan asetnya, dan ke depannya, mesti mengelurkan biaya sewa untuk kantor BUMN yang baru. Semoga saja skenario ini dipilih memang karena biaya pemeliharaan gedung 21 lantai itu relatif lebih besar daripada biaya sewa gedung kantor yang baru nanti.

Pertanyaan selanjutnya, apakah Ibu Rini yang lulusan Wellesley College di Massachusetts ini tidak berpikir untuk merehabilitasi gedung itu? Apakah mantan menteri perindustrian dan perdagangan era Megawati ini sedemikian tidak kreatifnya sehingga menjual aset menjadi satu-satunya opsi yang bisa ditempuh?

Entahlah, namun apabila jabatan kementerian BUMN itu ada pada saya, tentu saya akan kembali pada doktrin fundamental kapitalisme, yaitu kepemilikan aset dan faktor produksi. Karena saya sadar bahwa sistem ekonomi yang sedang dianut secara global adalah kapitalisme. Langkah yang akan saya ambil kalau memang betul keberadaan gedung BUMN ini tidak efisien, pertama-pertama, mengusulkan anggaran untuk rehabilitasi yang tentu relatif lebih murah dibanding mengusulkan pembangunan gedung baru yang membutuhkan pembebasan lahan, padahal gedung BUMN ini sudah berdiri di atas lahan kategori ring 1. Ditambah lagi harga lahan yang terus mengalami kenaikan. Merehabiilitasi gedung adalah salah satu solusi untuk menekan biaya perawatannya sekaligus meningkatkan manfaatnya.

Kedua, saya sepakat dengan pendapat beberapa pihak yang berpikir untuk mengundang BUMN-BUMN lain untuk berkantor di gedung itu, kemudian kantor BUMN-BUMN yang lama itu bisa disewakan kepada pihak ketiga. Atau kalau tidak, bisa dibentuk anak badan usaha –juga berstatus milik negara– untuk mengelola gedung BUMN itu menjadi semacam rental office yang tentu akan mendatangkan income dan profit.

Bahkan saya berpikir, mengapa pemerintah tidak membentuk satu BUMN khusus yang bergerak di bidang penyewaan properti,mengingat sebentar lagi AFTA akan membawa arus tenaga kerja asing membanjiri negara kita yang juga berarti akan banyak permintaan bangunan kantor untuk dijadikan representatives office dari perusahaan-perusahaan mereka. Bukankah lebih ekonomis dan menguntungkan?

Pertanyaan terakhir, bagaimana apabila Ibu Rini jadi menjual gedung tersebut? Maka bisa jadi penjualan aset ini bukan didasari oleh alasan ekonomi. Kalaupun alasannya ekonomi, kemungkinan besar yang akan diuntungkan bukan negara. Bukan kita!

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun