Di bawah terbitnya Mentari Sulaiman
napasku mengawali pencarian maknanya
makna kehidupan teruntuk hari nanti
usai sepagi ini.
Â
Aku mengembara dalam aksara-aksara yang berserakan
menjelma sebentuk kalam abstrak
hingga segalaku adalah seutuh puisi
puisi yang terbenam di kelembaban wanadri.
Â
Ah... Mungkin napasku terasingkan pada teduhnya pekarangan Luth
atau terlalu nikmat bermain dalam khidirnya alam
alam kejujuran yang tertulis di lauhul mahfudz.
Â
Di batas terbitnya mentari Sulaiman
napasku terengah menela'ah mimpi
bersama kaki-kaki misteri
dan puisi bernyanyi
selayak hati sang pendulang sunyi.
Â
Tangerang,07122016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H