Perlahan, udara membawa jejak-jejakku
melebur ke dalam tanah berembun
dari sebuah prahara asmara
yang kuseduh hangat
pada secangkir sajak pagi
Â
Dalam deru napas nan keruh
ku-ayun wajah ke timur langit
menyesap aroma kemuning mentari
menutup mata
mengosongkan logika
sampai saat rindu sesakkan rongga dada
menghenti arah detak waktu
senyumpun beku
Â
Secangkir sajak pagi
sekedar untaian makna sederhana
hanya kekata embun yang memesona ;
"Cinta menggetar hening--
menumpulkan batas-batas sadar--
mengusung hasrat berlebih--
dan hilang mematuhi suratan takdir-Nya."
Â
Wahai udara yang mengikat jejak payahku
betapa adil warna kehidupan semu...
Entah? dan masih-ku rindu
kepada bayang-bayang seraut gadis manja
di setiap pagi yang kembali dari mataku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H