Serumpun alang-alang melukis kabut malang
siang kini
hingga layu pasrah
jatuh bersimbah lelah
Â
Sepertiku yang enggan berprasangka
kepada cinta
ketika rindu mengalir di akar nadi
hanya-ku merilis sajak-sajak manis
yang kususun sedemikian rupa
sebagai penenang dilema
tanpa menyertakan hangat dekapan surya
meski-ku mengingini cahaya
Â
Adakah engkau tahu?
dalam aksara diamku
bayangmu gemulai menari
di atas diksi-diksi kalam penaku?
Â
Itu sama seperti butiran pasir waktu
yang hadir untuk mengubah warna masa
tetapi, tidak dengan rasa kita
karena cinta bukan anyaman logika
Â
Kabut malang berjalan mengelilingi setanahku
dan sajak manisku menggema ;
jadilah debar jantung saat-ku gemetar
jadi hening untukku menyepi
mengudara, menyatu dengan napasku, ketika resah kita merindu
dan bila cinta adalah senyawa ulat, jadilah kita dahan teduh
supaya ia (cinta) tetap hidup, hingga menjadi kepompong
Lalu, berwujud kupu-kupu
yang nantinya akan memperindah setaman jiwa kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H