Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sajak Rindu untuk Kekasih dan Senja

6 Juli 2016   11:22 Diperbarui: 6 Juli 2016   11:26 3215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila kerinduan kita menjelma sajak-sajak pujangga, ijinkan aku menjadi arwah tinta yang setia mengikuti arah gerak pena, menuliskanmu pada kertas kehidupan, pada waktu yang akrab kita sapa sebagai senja.

Sekilas pandang, cinta hanyalah desau putih di balik kaca jendela, yang memainkan nada-nada merdu, sejenak menghibur hampa, meski tiada tergambar nyata.

Manakala jari-jari sastra merangkai aksara-aksara biasa menjadi sajak, jika bukan arwahku berwujud tinta, untuk apa, kata cinta kita dicipta?

Mereka bersuara,"Sangat mudah merangkai seni dalam tulisan, menyampaikan makna roman picisan." Tetapi, kau lebih tahu, bahwa sajak rinduku tlah luruh di senyum, dan tenggelam ke dalam kornea matamu.

Cinta, kaulah senja teduh yang kurindui. Di ruangmu, sajakku bersembunyi dari kemegahan fana dunia. Hingga nampak berbagai warna seperti aurora, dan melahirkan kekaguman jiwa, saat napasmu mengikat udaraku dengan doa-doa kepada-Nya.

Di tepian batas malam yang kita temui sebagai senja, terbentang sadar akan makna cinta yang penuh dilema. Namun, rasaku masih berupa arwah tinta dalam pena, dan di atas kertas kehidupan, sajakku lirih bersuara ; aku merindukanmu seperti takdir rerumputan yang tiada gaduh, kala terinjak kaki-kaki manusia-- Juga seperti wangi kamboja, yang terasing sunyi di jari-jari sang pujangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun