Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Malam Syairku Rasa

23 Mei 2016   00:12 Diperbarui: 23 Mei 2016   00:27 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Titah mata tinta semesta menulis tawar renjana

resapkan seberkas cahya separuh candra

menyibak tirai kabut pekat di relung jiwa

merodong bijak makna

singgah di jari-jari aksara biasa (alpaprana)

 

Malam syairku

getir rasa seluruh darah beku

basah wajah tanah diterpa air mata sendu

sekar kenanga menjamah resah

lelah sukma tertahan di akar gelebah

 

Teranglah dilema

dari arah heningku nurani bergema

rebah kalam aksamala pasrah sujudku 

sembah sang Maha Kuasa di sepertiga gelapku

ayat-ayat nestapa lantunku ikhlas

yakinku takdir seputih kertas

 

Malam syairku

rasa murca indriyaku

oh sekar kenanga di pangkuan waktu

lirik sekilas bayang lalu berdebu menderu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun