Keberagaman merupakan hal yang selalu menjadi buah bibir masyarakat. Tentu hal ini berasal dari kejadian demi kejadian yang telah terjadi. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak se-dunia, juga masuk ke dalam jajaran negara yang memiliki banyak kasus dalam hal masalah keberagaman. Di satu sisi, keberagaman yang ada di Negara Indonesia patut untuk diacungi jempol. Namun, tidak dipungkiri pula juga menjadi hal yang memalukan bahwa nyatanya praktik-praktik intoleran masih sering terjadi.
Agama dan Toleransi
Toleransi merupakan kemampuan untuk hidup berdampingan dengan hal  yang tidak disukai. Ketidaksukaan itu dapat berasal dari latar belakang yang berbeda. Latar belakang yang dimaksud tidak hanya yang menyangkut dengan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Toleransi tidak selalu  harus menyangkut dengan hal-hal tadi, karena sebenarnya makna dari toleransi itu luas.Â
Namun, dalam hal toleransi, agama merupakan hal yang sangat sensitif. Hal tersebut kebanyakan terjadi karena perbedaan sudut pandang agama yang terkadang saling berlawanan satu dengan yang lain. Umat masing-masing agama terkadang menganggap bahwa agama yang dianutnya merupakan agama yang paling benar. Padahal, keyakinan seperti itu malah semakin besar menyebabkan terjadinya intoleransi.
Sebagai umat beragama, sudah menjadi keharusan untuk mempraktekkan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Namun, yang harus diperhatikan adalah bahwa praktik agama itu tidak boleh sampai mengganggu praktik agama lain. Indonesia sebagai negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku dan agama harus lebih memperhatikan praktik hidup toleransi dalam masyarakat. Pemertintah, dalam hal ini harus mengambil tindakan demi menjaga kesatuan dan persatuan di Indonesia.Â
Kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2007 sudah mencapai lebih dari 1000 kasus berdasarkan riset yang dilakukan oleh SETARA Institute (Organisasi penelitian yang berfokus pada masalah demokrasi, kebebasan politik, dan hak asasi manusia). Angka yang besar itu menandakan bahwa kesadaran masyarakat tentang toleransi masih perlu ditingkatkan.
Menghargai pendapat orang lain merupakan salah satu bentuk toleransi yang paling mudah untuk dilakukan. Dengan menghargai, kita secara sadar menganggap bahwa lawan bicara kita itu juga memiliki hak yang sama dengan kita. Namun, sikap menghargai itu perlu diasah sehingga sikap itu, pada akhirnya, dapat kita lakukan secara tidak sadar.Â
Pendidikan, dalam hal ini sangat berperan demi meningkatkan sikap menghargai, sejak masih kecil. Institut-institut pendidikan di Indonesia harus memiliki satu visi dalam hal mengajarakan para peserta didik untuk mampu secara sadar menghargai perbedaan. Sekolah harus menjadi sarana dalam mewujudkan pribadi yang toleran dalam masyarakat. Para pendidik disekolah memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan perkembangan karakter siswa. Walau begitu, kenyataanya, tidak sedikit sekolah dan pendidiknya yang kemudian malah menjadi tempat timbulnya sikap-sikap intoleran. Ini yang kemudian harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, demi mengurangi praktik intoleran.
Tokoh yang sangat gencar dalam hal menyuarakan toleransi beragama adalah mantan Presiden Indonesia yang keempat, yaitu K. H. Abdurrahman Wahid, atau yang lebih sering disapa dengan Gus Dur. Gus Dur, ketika menjabat sebagai presiden, banyak mengeluarkan kebijakan yang mengedepankan toleransi. Kebijakan Gus Dur untuk mengakui kebudayaan Tionghoa sebagai salah satu bagian dari kebudayaan Indonesia menjadi contoh yang sangat nyata bagaimana Gus Dur sangat menghargai kehidupan umat beragama. Sikap-sikap Gus Dur yang menghargai segala bentuk agama dan kebudayaan ini, kemudian membuatnya dianggap sebagai Bapak Toleransi Indonesia. Dalam hal toleransi, Gus Dur adalah tokoh yang sangat patut dicontoh.
Katolik dan Toleransi
Agama Katolik mengakui bahwa toleransi yang tegas dan benar merupakan ajaran resmi Gereja Katolik. Agama Katolik selalu mengupayakan adanya toleransi dalam hidup bermasyarakat. Seperti yang ditegaskan pada Konsili Vatikan II melalui dokumen Nostra Aetate, bahwa gereja mengecam segala bentuk diskriminasi dan penganiayaan terhadap manusia berdasarkan keturunan, warna kulit, keadaan hidup, ataupun agama. Umat Katolik diharapkan dapat menjadi penggerak dalam menciptakan lingkungan sosial yang penuh dengan toleransi.
Jika memandang toleransi  dalam sudut pandang Alkitab, Injil Yohanes dapat menerangkannya kepada kita. Dalam Injil Yohanes, dijelaskan bahwa Allah sendiri memberikan  perintah baru supaya "Kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi". Dengan demikian, kiranya sudah jelas bahwa Allah sendiri, memberi kita perintah supaya kita saling mengasihi terlebih kepada umat yang beragama lain.
Salam Toleransi!
Sumber :
https://setara-institute.org/terjadi-penjalaran-intoleransi-di-daerah-pemerintah-pusat-harus-hadir/ diakses Minggu, 13 Februari 2022, pukul 18:12
https://katolisitas.org/nostra-aetate/ diakses Minggu, 13 Februari 2022, pukul 20:15
https://mediaindonesia.com/humaniora/440134/apa-sih-yang-dimaksud-dengan-toleransi diakses Senin, 14 Februari 2022, pukul 10.57
https://mediaindonesia.com/humaniora/383840/sekolah-harus-jadi-tempat-melembagakan-nilai-toleransi diakses Senin, 14 Februari 2022, pukul 11:26
https://mediaindonesia.com/opini/383505/belajar-pluralisme-dari-sekolah diakses Senin, 14 Februari 2022, pukul 11:44
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H