Warung kopi adalah salah satu budaya yang sudah ada turun-temurun di Kota Gresik. Tidak ada sejarah yang menuliskan asal mula adanya budaya warung kopi, namun kebiasaan nongkrong di warung kopi sudah membudaya di kota Gresik sejak dulu.Â
Hampir sepanjang jalan di Kota Gresik terdapat warung kopi, ratusan atau bahkan ribuan (Purwoaji, 2011). Disetiap warung kopi penjuru kotanya hampir tidak ada yang kosong dan selalu ramai pengunjung.
Pengunjung warung kopi di kota penghasil semen dan sarung ini bermacam-macam. Mulai dari pengangguran, buruh pabrik, pegawai negeri sipil bahkan pelajar juga mengunjungi warung kopi.Â
Pengunjung warung kopi datang tidak hanya pada jam istirahat saja, bahkan di jam kerja pun warung kopi tetap terlihat ramai. Jam kerja warung kopi bermacam-macam, ada yang dari subuh hingga tengah malam, ada pula yang memulainya dari sore hari hingga subuh.Â
Meskipun tanaman kopi tidak tumbuh di kota Gresik, namun kebiasaan ngopi di warung kopi sudah membudaya.Â
Keberadaan warung kopi yang menjamur di kota ini menjadi sebuah fenomena tersendiri di masyarakat. Budaya ini sering disebut masyarakatnya sebagai cangkruk.
Warung kopi di kota Gresik pada umumnya tidak besar, hanya berupa bilik kecil berdinding kayu atau tembok dan kebanyakan bertempat di pinggir jalan. Di dalamnya terdapat meja bar untuk barista, pelayan, penjaga atau pemiliknya.Â
Kemudian terdapat meja dan kursi panjang untuk pengunjungnya. Beberapa warung memiliki bayang atau badukan besar untuk minum kopi sambil bermain kartu atau catur. Berbagai macam layout warung, beberapa diantaranya sebagai berikut :
Â
Ruangan pada warung kopi pada umumnya tidak besar. Fasilitasnya terbatas, namun pengunjugnya betah berlama-lama di dalamnya. Sebagai salah satu ruang publik, di dalam warung kopi terdapat berbagai kegiatan untuk bersosialisasi.Â