Tibalah masa abu-abu, yang sekaligus menjadi tanda kehidupanku, bahwa tak bisa ku lihat arah jalan di depan sana ...
Lulus dengan nilai rendah membatasiku pada pemilihan sekolah menengah atas. Keinginan untuk langsung bekerja setelah tamat nanti membuatku berfikir untuk memilih sekolah kejuruan. Karena untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi rasanya mustahil. Yang juga merupakan faktor ekonomi Ajikku kala itu yang tak mempunyai tabungan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Syukurnya aku dan kakakku cukup mandiri untuk belajar sendiri tanpa harus digertak dulu.Â
Cita-cita, mimpi dan harapan yang pernah hadir di masa kecil pun ku rasa tak akan bisa terwujud. Ketika ku lihat ibuku kesakitan muncul mimpi kala itu untuk bisa menjadi dokter agar bisa membantu dan mengobati mereka yang sakit tanpa meminta imbalan. Tatkala ku teringat dengan diriku yang berjuang sendiri, ingin rasanya ku dirikan sebuah panti asuhan untuk menampung anak-anak jalanan serta mereka yang tak lagi memiliki orang tua, untuk diberikan perhatian, kasih sayang dan menyekolahkannya...Â
Ku ucapkan selamat tinggal pada semua cita dan mimpiku, ku katakan selamat datang di dunia kejuruan...
Kala itu pilihanku ada 2, sekolah kejuruan dan sekolah umum. Awalnya memang sempat terpikir untuk melanjutkan di sekolah umum, agar kelak bisa ku ambil pekerjaan dari segala arah. Namun tetibanya semua berubah saat ku lihat nama "doi" tertulis dipapan pengumuman. Ya, aku sudah mengenal ketertarikan dengan lawan jenis. Tanpa pikir panjang pun ku putuskan untuk melanjutkan di sekolah kejuruan itu biar bisa ketemu doi tiap hari... Hi hi hi keputusan yang konyol...
SMK Negeri 1 Klungkung adalah tempat berpijaknya kakiku kala itu...
Doi yang tak lain masih kerabat kami adalah teman main masa kecilku. Dengan harapan jika aku bisa bersatu dengannya, maka akan dapat mempererat hubungan keluarga diantara kami.Â
Waktu berlalu, mimpi dan impian saat ku putuskan untuk sekolah disini pun tak seindah bayanganku. Dia yang terlalu pemalu, tak banyak omong, membuat kami hanya saling tukar senyum kala berpapasan. Bukan senyum apa, tapi hanya senyum layaknya saudara / teman. Seringkali ku tawarkan tumpangan gratis kepadanya tiap pulang sekolah karena kala itu aku sekolah dengan sepeda motor tua punya Ajikku, dan dia sering diantar oleh kakaknya. Namun setiap tawaran selalu dibalaskan dengan penolakan. Bahkan pernyataan hatiku pun di balas dengan kebisuan... Ya, aku sempat mengutarakan kata hatiku, namun tak berbalas... Dan ketika ku sadari bahwa perasaanku kepadanya hanya bertepuk sebelah tangan, akupun melupakan semua itu dan kembali pada misiku untuk menjadi orang yang sukses....!Â
Jurusan yang ku pilih kala itu adalah Administrasi Perkantoran (AP) termasuk yang favorit setelah Akuntansi.Â
Tak banyak les yang bisa ku ikuti di luar jam sekolah, karena keterbatasan biaya. Hanya mampu mengikuti les komputer saat itu yang masih langka dan dibiayai oleh pamanku, adik dari Ajikku. Ku yakinkan pada diri, bahwa paman tak akan sia-sia membiayaiku, kan ku tunjukkan kalo aku bisa!Â
Keterampilan dalam mengetik dengan teknik 10 jari pun ku miliki. Aku terbiasa mengetik tanpa harus mencari dimana letak huruf pada keyboard. Bahkan aku mampu mengetik dengan teknik tersebut pada mesin ketik manual yang saat itu juga menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah. Aku tak menjadi anak yang paling pintar, tapi setidaknya aku juga bukan yang paling bodoh.Â