Fenomena Ahok mungkin bagi sebagian persona adalah kotak pandora yang sangat sakral untuk tidak dibuka, ketika Ahok menyampaikan bahwa ada tafsiran lain terhadap Almaidah aya 51, sikap umat Muslim terpecah dua, bahkan mungkin sikap para penganut agamapun bisa berbeda dalam menyikapi surah Almaidah ayat 51.
Diskursus mengenai tafsir Almaidah ayat 51 pun beragam, dari Gus Dur, sampai dengan Rizieq Shihab . Dan sampai saat ini MUI pun masih bersikap ngambang terhadap tafsiran surah tersebut, artinya sikap keagamaan TIDAK DAPAT DIAMBIL dalam konteks pemilihan pemimpin publik dalam momentum Pilkada, Pilgub dan Pilpres.
Pemerintahpun jelas tidak bisa mencampuri urusan tafsir tunggal mengenai surah Almaidah, kemudian celah inilah yang terus dieksploitir oleh lawan politik Ahok mengunakan bola liar yang memang akan selalu menjadi liar, dimana baik MUI dan Pemerintah memang tidak bisa menentukan tafsir tunggal surah Almaidah ayat 51, apakah DIHARAMKAN UNTUK MEMILIH PEMIMPIN YANG BERBEDA AGAMA? Â
Pertanyaan inilah yang menjadi batu uji bagi ke-Indonesia-an, memang mayoritas penduduk bangsa ini beragama Islam, tapi sampai saat ini Indonesia bukanlah negara islam atau negara teokrasi, dan dasar negara akan selalu Pancasila, bukan Hukum Syariah Islam, walaupun diterapkan di daerah khusus Aceh.
Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, Kasus Ahok lahir dari rahim APAKAH DIHARAMKAN UNTUK MEMILIH PEMIMPIN YANG BERBEDA AGAMA? kemudian Ahok yang sudah terlanjur yakin dengan tafsir Gus Dur bahwa bukan demikianlah konteks dari surah Almaidah, MENCOBA MELAKUKAN PENDIDIKAN POLITIK, bahwa para penceramah (baik Ustad ataupun Pemuka Agama) yang membawa isu SARA adalah bentuk kebohongan publik, atau pembodohan publik. Â
Seperti hiu yang dapat mencium setetes bau darah dari 4 KM, para anti ahok ini (FPI, kepentingan ekonomi, kepentingan politik) memanfaatkan momentum tersebut untuk mengelembungkan isu ini menjadi isu raksasa, semua Kapolri secara pribadi sedemikian yakin tidak ada kasus penistaan sama sekali, dipaksa oleh aksi 212 dan 411 untuk menyeret Ahok ke ranah hukum. Sehingga saat ini dimana kasus bergulir terdapat kejanggalan dimana tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Ahok mencapai 75% , pada pilgub kemarin tidak berkorelasi dengan pencapaian suara Ahok yang hanya 42.96% , kemanakah 32% yang mengaku puas dengan kinerja Ahok?
Menjadi ujian bagi ke-Indonesiaan karena, Ahok harus berkompetisi dengan Agama Islam, Ahok tidak berkompetisi dengan Anies apalagi Agus, karena secara rasional kepuasan publik terhadap kinerja Ahok 75%, kemudian secara faktual, baik Anies apalagi Agus, program kerjanya mengada-ada bahkan absurd sangat, ketika Anies dikritik tentang program Rumah DP 0 Rupiah, terus berubah menjadi dengan DP 0%, Anies malah nyinyir menyatakan dia dibully? padahal jika memang program tersebut dapat dilaksanakan dan memang harus didukung, adakan saja debat umum, dan minta para pengkritisi datang untuk berdiskusi, karena Anies yang dulunya pernah menyatakan FPI "sebagai organisasi intoleran" Â tiba-tiba tanpa ada perubahan sifat dari FPI, Anies dapat berpadu seperti pasangan sejoli?
Bagaimana sebagai seorang Indonesia, sekaligus mahluk berTuhan, kita tega melihat Ahok dihasut untuk berkompetisi dengan Agama Islam? karena yang Ahok hadapi adalah KONTESTASI PEMILIHAN GUBERNUR, tapi para lawan Ahok menjadikannya sebagai KONTESTASI AGAMA ISLAM VERSUS AHOK? jelas hal tersebut tidak adil dan jahat.
Dari saat pemilihan gubernur di propinsi Babel, Ahok bisa saja memilih opsi menjadi MUALAF demi menarik simpati agar dapat menang DENGAN MUDAH, pada saat ini juga Ahok masih memilih opsi tersebut, Ahok bisa jadi Mualaf dan PASTI MENANG MUDAH lawan Anies, karena jelas dari DRAMA SANG PENISTA YANG BERTOBAT itu pasti bukan sekedar menghantarkan Ahok ke DKI 1 dalam 10 tahun kedepan pun bisa menjadi tiket ke RI 1.
Semua PASTI masalah selesai, ke-mualaf-an Ahok pun ditunjang dengan rekam jejak Ahok sebagai pejabat publik yang paling bersih, anti korupsi, transparan dan kerja keras, bahkan FPI pun saya yakin akan luluh dan menjadi temanahok yang terdepan. Namun melihat karakter Ahok, hal tersebut bisa disebut HAMPIR mustahil terjadi, mungkin bagi Ahok, lebih baik dia menjadi martir dalam membuka kotak pandora, MEMILIH PEMIMPIN BERDASARKAN SARA.
Mungkin banyak pribadi yang sebelumnya menolak MEMILIH PEMIMPIN BERDASARKAN SARA, namun karena pengaruhnya sangat kuat, bahkan teramat kuat sampai-sampai ada beberapa masjid MENOLAK MEN-SHOLAT-KAN PARA PEMILIH AHOK ), pada detik terakhir pemilih rasional tersebut terpaksa tidak memilih Ahok, padahal dengan kepuasan 75% minimal Ahok dapat suara 60%, karena logika sederhananya, jika anda puas terhadap sesuatu dan terhadap seseorang, akan kah anda mengganti sesuatu atau seseorang tersebut? TIDAK