Mohon tunggu...
Alomet Friends
Alomet Friends Mohon Tunggu... -

ALOMET & FRIENDS : Perusahaan konsultan manajemen strategis yang berbasis pada proses dan teknologi. Misi : Menjadi mitra klien dalam meningkatkan produktivitas kerja untuk mencapai tujuan perusahaan melalui pembenahan proses bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kinerja Perusahaan Menurun, Ini Salah Siapa?

9 Maret 2015   15:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:56 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Oleh: Mathiyas Thaib

Dosa siapa? Ini dosa siapa? Salah siapa? Ini salah siapa? Jawabnya ada di relung hati ini

Dosa Siapa Ini Dosa Siapa, Ebiet G. Adhe

Lagu ini dinyanyikan sahabat saya, pada suatu sore, pada salah satu warung kopi modern khas metropolitan. Sahabat saya, seorang direktur marketing PT X berkisah tentang benang kusut yang melingkar-lingkar di ruang rapat evalusi perusahaan tadi siang.

Dirut PT X gusar nian. Laporannya penjualan sampai-sampai dibanting ke meja karena target perusahaan tidak tercapai. Bagian pemasaran pun dituding. Alih-alih nrimo, sahabat saya yang merasa sudah bekerja mati-matian lekas protes keras.

“Kegagalan ini adalah akibat kualitas produk yang rendah dan waktu pengiriman yang tidak kunjung tepat sehingga konsumen pun ogah-ogahan,” ungkapnya kepada saya selepas menyeruput kopi.

Sadar posisi, direktur operasional pun segera membantah, menyalahkan keterlambatan input bahan baku, mesin-mesin produksi yang ketinggalan zaman, sumber daya manusia yang kurang terampil. Bagian logistik dan SDM dipanggil untuk mempertanggungjawabkan kelemahan tersebut. Dan tentu saja, keduanya pun berkilah. Walhasil, alih-alih selesai saling tuding ini malah menjurai bak benang kusut.

Konon kisah sahabat saya itu adalah cerita keseharian. Dalam evaluasi perusahaan, kita acap kesulitan mengidentifikasikan suatu kebelumtercapaian. Banyak nian pertanyaan bermunculan. Apa akar sumbernya? Siapa pelakunya? Bagaimana dampaknya bagi perusahaan? Tentu saja, yang terparah, adalah  menentukan pangkalbalanya. Setiap divisi cenderung melemparkan 1001 argumen, yang acapkali terkesan sebatas membentengi diri agar tidak dicap sebagai si biang onar.

Jadi siapa sebenarnya yang salah? Atau jangan-jangan malah tidak ada yang bersalah?

Cause Effect Relationship

Suatu perusahaan adalah suatu organisasi.  Di dalam organisasi terjadi konversi dari input menjadi output yang memerlukan banyak proses yang saling berhubungan dari fungsi-fungsi struktural  yang ada. Misalnya produksi, keuangan, marketing, IT, logistik dan lainnya.

Ketika proses berjalan sampai menjadi output, akan didapat data proses konversi. Diharapkan data dapat diolah menjadi informasi dan dikembalikan pada setiap fungsi  sebagai landasan untuk untuk mengukur kinerja, kontrol dan pendukung dari pengambilan keputusan.

Ratusan atau ribuan proses ini saling terhubung, terintegrasi dan terstruktur dinamakan dengan business process. Business process akan berkembang terus sejalan dengan berkembangnya organisasi.

Untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang berkelanjutan maka business process tersebut dirangkai dalam suatu rancangan arsitektur bisnis. Rancangan ini memiliki kerangka kerja hubungan sebab akibat (cause efect relationship) antara indikator kinerja penentu  dengan indikator kinerja ikutan.

Maka jika suatu perusahaan ingin meningkatkan penjualan, tidak semata bicara penjualan tetapi juga fungsi-fungsi yang terkait dengan penjualan.

Ambil contoh, disepakati bahwa untuk meningkatkan penjualan, maka perusahaan harus menawarkan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Harus ada produk atau jasa perusahaan yang lebih baik dalam hal kualitas, lebih cepat dalam hal penyerahan dan lebih murah dalam hal biaya yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Intinya seorang pelanggan berharap adanya produk dan jasa yang better, faster dan cheaper.

Untuk dapat mencapai ketiga prinsip dasar itu, maka perlu dilakukan peningkatan kualitas dari komponen prespektif produksi, misalnya suplier, logistik, produksi operasi, penjualan, pelayanan, pelayanan hubungan masyarakat. Komponen prespektif produksi tidak mungkin berkualitas jika komponen perspektif organisasi dan pembelajaran tidak berada dalam kondisi baik. Komponen perspektif organisasi dan pembelajaran misalnya sumber daya manusia, teknologi dan informasi, serta organisasi dan kebijakan. Intinya, setiap fungsi tersebut bukan sekedar saling berkaitan, melainkan memiliki hubungan sebab akibat.

Dalam kasus sahabat saya, bagaimanapun hebat kompetensinya, jika yang dijual perusahaan adalah jeruk busuk, siapa yang mau membeli? Entah busuk sewaktu baru di petik, atau busuk dalam proses pengiriman. Konsumen tentu akan kecewa. Consumer complaint meruyak dan perusahaan mengalami kerugian.

Idealnya, harus dilakukan peningkatan kualitas produk. Mungkin dengan menggunakan bibit unggul, proses pertanian modern, atau pemupukan intensif sehingga jeruk tersebut dapat tahan lama. Selanjutnya, proses pengiriman pun dipersingkat atau dibekali dengan perkakas yang dapat mempertahankan kesegaran jeruk tersebut. Walhasil, jeruk-jeruk tersebut dapat tiba di end user dalam keadaan fresh.

Berkaca pada kasus maskapai penerbangan pun demikian. Misalnya perkara kekurangan awak pesawat. Mestinya bagian operasional sudah dapat memprediksinya, sehingga bagian SDM dapat melakukan reposisi atau rekruitmen karyawan baru. Atau upaya peningkatan kuantitas konsumen. Kendati marketing sudah “jor-joran”, tetapi jika masih acap flight delayed, pelayanan pramugari tidak ramah, keluhan konsumen tidak direspon positif oleh customer service, pasti hasilnya tidak maksimal.

Kepuasan konsumen menjadi hal penting, karena jika seorang konsumen merasa puas ia akan menjadi pelanggan (royalis). Menurut Kotler (1996), pelanggan yang terpuaskan akan :

1) melakukan pembelian ulang;

2) mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain;

3) kurang memperhatikan merek ataupun iklan produk pesaing;

4) membeli produk yang lain dari perusahaan yang sama.

Intinya, kepuasan konsumen akan mendorong peningkatan kinerja dari segi pendapatan, serta jaminan utama dari keberlanjutan perusahaan.

Kembali ke kasus sahabat saya tadi, lalu siapa yang salah? Menurut saya semua bagian yang terkait dengan penjualan turut berkontribusi. Yang perlu dilakukan kemudian adalah menyusun suatu alat untuk mengukur besaran masing-masing kontribusi kesalahan dari bagian-bagian tersebut.

Alih-alih nyengir kuda, kening sahabat saya malah berkerut.

“Ok, bro. Saya akan berhenti menyanyikan lagu Ebiet G. Adhe. Tapi, bagaimana dan siapa yang berkompeten mengukurnya?”

Nah! Kalau yang ini silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan Alomet and Friends.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun