Mohon tunggu...
Alomet And Friends
Alomet And Friends Mohon Tunggu... profesional -

Kami adalah perusahaan konsultan manajemen strategi yang berbasis pada proses dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Money

Minat Belajar Operation Management dan Kinerja Perusahaan-Perusahaan di Indonesia

12 April 2012   07:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:43 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serial Proses Bisnis Oleh: Mathias Thayib CEO Alomet And Friends Tiga puluh tahun belakangan ini, para mahasiswa Indonesia di luar negeri enggan mendalami jurusan operation management. Akibatnya, pengetahuan ini semakin dilupakan oleh bangsa Indonesia. Persisnya pernyataan saya adalah sebagai berikut: Orang Jepang pergi ke Amerika adalah untuk belajar membuat barang atau produk. Orang Korea pergi ke Jepang untuk melihat bagaimana orang Jepang membuat produk. Kemudian mereka pergi ke Amerika untuk belajar bidang yang sama dan bertekad ingin mengalahkan Jepang. Orang Cina setelah revolusi kebudayaan selalu mengamati orang Jepang dan Korea. Mereka merasa tertinggal dari Jepang dan Korea. Kemudian Deng Xiao Ping beserta kader-kader pimpinan partai komunis, yang kebanyakan adalah para insinyur  beralamater Universitas Tsing Hua (lihat “Bercermin dari Cina“ I Wibowo, Kanisius Press),  memberlakukan kebijakan agar orang-orang Cina berangkat ke Amerika dan belajar di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Tujuannya adalah untuk mendalami ilmu ekonomi dan ilmu manajemen operasi, sehingga bangsa Cina dapat memproduksi barang  dan produk  yang jauh lebih  hebat  ketimbang orang Jepang dan Korea. Orang Malaysia diharuskan oleh  Datuk Mahathir Muhammad selaku perdana menterinya untuk melihat dan belajar ke timur (Looks to the East). Sedangkan orang Indonesia belajar ke Amerika cenderung untuk mendalami ilmu keuangan (makro & mikro),  ilmu pemasaran dan penjualan,  ilmu komunikasi sambil membangun jaringan (network) sampai akhirnya berujung pada ilmu pencitraan dan manipulasi karena sangat suka dengan rekayasa, baik rekayasa keuangan maupun rekayasa komunikasi. Mereka kemudian menjadi agen penjualan produk-produk perusahaan barat dan lembaga-lembaga keuangan internasional yang menawarkan hutang kepada pemerintah dan anak negeri. So, bagaimana kita bisa bersaing secara global? Ilmu yang dipelajari saja sudah salah. Perguruan tinggi yang dimasuki saja sudah jauh berbeda. Sehingga mental model dan keahlian saja kita sangat jauh berbeda. Dampaknya ya seperti sekarang ini. Seperti orang kebakaran jenggot, teriak-teriak, saling salah menyalahkan satu sama lain begitu barang-barang China membanjiri Indonesia dan neraca perdagangan kita menjadi negatif atau kalah jauh dengan Cina. Pertanyaan berikutnya, yang sering dilontarkan kepada saya adalah bagaimana mengubahnya: Gampang Boss… asal mau ….., mengubah pola pikir dan pola hidup; Dari pola konsumtif menjadi pola produktif, dari life style menjadi quality of life, Dari pakai mobil Camry berharga 900 jutaaan menjadi pakai mobil Kijang yang berharga 300 jutaan untuk para menteri dan presidennya…. Seperti pembesar pembesar di India yang memakai mobil Tata berharga 100 jutaan dan pembesar Malaysia yang pakai mobil Proton Saga yang berharga 300 jutaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun