Mohon tunggu...
Agung Lestanto
Agung Lestanto Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Analis Anggaran Ahli Madya Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Anggaran Perlinsos RAPBN 2022: Optimal di Tengah Keterbatasan Fiskal

19 Agustus 2021   22:37 Diperbarui: 19 Agustus 2021   22:50 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak pandemi Covid-19 terasa sangat masif, tak terkecuali di Indonesia. Respon dunia global melalui pembatasan mobilitas masyarakat, dengan berbagai versinya, tentunya berdampak juga kepada keberlangsungan dunia usaha. Mesin ekonomi yang mendingin pada gilirannya akan memaksa dunia usaha untuk melakukan efisiensi secara signifikan, termasuk melakukan efisiensi tenaga kerja, atau bahkan sampai gulung tikar. Dampak pandemi terhadap indikator kesejahteraan terihat dari tren angka kemiskinan yang sebelumnya menunjukan tren menurun sampai dengan tahun 2019 berada di tingkat 9,22 persen pada September 2019 kembali meningkat menjadi dua digit di 2021 sebesar 10,14 persen pada Maret 2021, dengan peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 2,76 juta orang. Indeks gini juga mengalami kenaikan dari sebesar 0,390 pada tahun 2019 menjadi 0,401 pada tahun 2021, yang menunjukan ketimpangan yang lebih besar. Tingkat pengangguran juga mengalami peningkatan dari 5,23 persen pada Agustus 2019 menjadi sebesar 6,26 pada Februari 2021.

Untuk melindungi masyarakat yang masih belum sejahtera, atau yang termasuk dalam bottom 40 (40 persen penduduk berpenghasilan terendah), Pemerintah menyadari perlunya untuk memberikan perlindungan untuk dapat menjaga daya beli masyarakat dan antisipasi risiko sosial yang mungkin hadir sebagai dampak dari pandemi. Program-program bansos yang sudah berjalan seperti PKH dan kartu sembako diperkuat pelaksanaannya agar berdampak lebih besar bagi masyarakat. Program lainnya seperti PIP dan KIP kuliah, PBI JKN, BLT Desa, dan beberapa skema subsidi termasuk listrik dan LPG tetap dijalankan. Pada tahun 2020 dan 2021 Pemerintah juga memberikan stimulus tambahan seperti bantuan sosial tunai, kartu sembako PPKM, serta bantuan beras bulog untuk tetap menjaga daya beli masyarakat, terutama saat pemberlakuan kebijakan untuk pembatasan mobilitas masyarakat untuk membatasi penularan. Karena kebijakan pembatasan mobilitas tersebut juga memiliki dampak lainnya, yaitu turunnya potensi pendapatan dari sebagian masyarakat akibat berkurangnya aktivitas ekonomi.

Pemerintah menyadari, bahwa kepentingan untuk menjaga dunia usaha agar tetap dapat survive, juga sangat penting untuk menjamin terjadinya akselerasi kegiatan ekonomi dengan segera saat pandemi sudah berlalu. Untuk itu, berbagai insentif kepada dunia usaha diberikan Pemerintah dalam rangka menjaga keberlangsungan dunia usaha, khsusunya kepada UMKM, antara lain melalui berbagai insentif perpajakan dan PNBP, pelaksanaan BPUM, program kartu prakerja, serta subsidi upah.

Pada tahun 2022 diperkirakan kondisi sudah akan semakin membaik, namun demikian Pemerintah tetap menjadikan program perlindungan sosial sebagai salah satu prioritas utama pembangunan, dengan fokus mendukung perlindungan sosial sepanjang hayat melalui skema perlindungan sosial yang menjangkau setiap kelompok usia. Jangkauan program PKH selain menyasar kepada kelompok ibu hamil dan anak usia s.d. 6 tahun, juga menyasar kelompok usia sekolah (7 s.d. 18 tahun) dan usia lansia (di atas 60 tahun). Untuk kelompok usia sekolah juga didukung oleh program PIP (dari tingkatan SD sampai SMA). Selanjutnya, untuk kelompok usia produktif (19 s.d. 59 tahun) terdapat banyak dukungan APBN antara lain melalui KIP kuliah, program kartu prakerja, subsidi KUR dan perumahan, serta jaminan kehilangan pekerjaan. Selain itu, terdapat program yang menyasar kepada seluruh golongan usia, khususnya bagi masyarakat pra sejahtera seperti kartu sembako, BLT Desa, subsidi energi (listrik, LPG, dan BBM), serta bantuan iuran JKN untuk kelompok pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (PBPU/BP).

Alokasi program perlindungan sosial dalam RAPBN tahun 2022 sebesar Rp427,5 triliun diarahkan untuk : (1) melanjutkan penyempurnaan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima manfaat dari program perlindungan sosial, (2) mendukung reformasi perlinsos secara bertahap dan terukur, melalui antara lain integrasi PKH dan PIP serta mengarahkan subsidi energi berbasis DTKS, (3) mendukung program jaminan kehilangan pekerjaan untuk menjaga kehidupan layak bagi pekerja/ buruh yang terdampak, (4) peningkatan kualitas implementasi program perlinsos untuk pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan dan pengembangan skema perlinsos adaptif untuk antisipasi krisis dan bencana serta sepanjang hayat, (5) melanjutkan program perlinsos melalui skema bantuan sosial, subsidi, dan BLT Desa.

Dari alokasi perlinsos tersebut, sebesar Rp153,7 triliun diarahkan untuk lanjutan pemulihan ekonomi nasional. Alokasi perlinsos dalam rangka PEN ini lebih rendah dibandingkan dengan outlook tahun 2021 yaitu sebesar Rp184,5 trliun, dikarenakan proyeksi Pemerintah bahwa kondisi tahun 2022 diperkirakan lebih predictable dibandingkan dengan tahun 2021 yang sempat menunjukan kinerja baik pada semester I namun pada awal semester II terjadi kemunculan varian baru yang memaksa Pemerintah untuk mengalokasikan perlinsos pada saat pemberlakuan pembatasan mobilitas kembali (PPKM darurat, PPKM level 4/3). Akselerasi program vaksinasi pada tahun 2021 juga akan meningkatkan confidence Pemerintah dan masyarakat di tahun 2022. Namun demikian, alokasi ini dimungkinkan meningkat disesuaikan dengan dinamika pandemi Covid-19 pada saat tahun anggaran berjalan.

Perhatian Pemerintah terhadap perlindungan sosial bagi masyarakat pra sejahtera dapat dibilang sangat besar. Meskipun secara nominal turun dibandingkan dengan tahun 2021, tetapi jangan lupa bahwa tahun 2022 merupakan tahun transisi menuju batas maksimal defisit kembali ke 3 persen di tahun 2023 sesuai amanat Undang-undang nomor 2 tahun 2020. Di tengah masih terbatasnya kapasitas fiskal akibat menurunnya penerimaan negara baik dari penerimaan perpajakan dan PNBP termasuk dampak kebijakan pemberian berbagai insentif fiskal kepada dunia usaha, serta proses konsolidasi fiskal sehingga target defisit dalam RAPBN 2022 sebesar 4,85 persen terhadap PDB, lebih rendah dari target dalam APBN 2021 sebesar 5,70 persen terhadap PDB, maka alokasi untuk perlindungan sosial tersebut perlu untuk diimplementasikan dengan efektif sehingga dampak yang dirasakan masyarakat dapat optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun