A= appreciate. Ini adalah soal membangun tradisi menghargai. Salah satu sebab mengapa Jepang bisa semaju sekarang adalah karena menjaga tradisi ini, khususnya terhadap waktu dan hasil kerja. Setiap agama, termasuk Kristen sendiri mengajarkan untuk selalu menghargai bahkan memuliakan sesama baik dari sisi keyakinan, pemikiran, pendapatan, dan pekerjaan. Meminjam istilah Dr. Sam Ratulangi, “Si tou timou tumou tou”. Yakni, manusia hidup untuk memanusiakan manusia yang lain. Jika tradisi menghargai senantiasa dipraktekkan dalam momen perayaan hari besar keagamaan seperti ini, maka kemungkinan besar akan menjadi simbol kebanggaan khas masyarakat lokal.
L= long term memory. Melihat Natal merupakan adat keagamaan Kristiani yang dilakukan terus menerus dalam waktu yang panjang, maka sebagai pemeluk agama seharusnya kita mampu menangkap pesan filosofis dari peristiwa ini. Yaitu, kita wajib berpikir dan mengingat dengan model jangka panjang. Sebelum melaksanakan atau memutuskan persoalan, kita bisa menggunakan analisis SWOT. (Strenghten = Kekuatan. Weakness = Kelemahan. Opportunity = Peluang. Threat = Ancaman). Melalui analisis ini, setiap pemeluk umat beragama di Manado dapat memilih jalan yang terbaik guna menghadapi tantangan globalisasi dan modernitas.
Sebagai penutup, saya ingin mengatakan bahwa agama bukanlah sekedar jalan yang kita pilih dan yakini, tetapi berusaha untuk menghidupkan jalan itu dalam karya dan prestasi demi meraih keridhoan-Nya. Agama mengajarkan kepada kita untuk berinovasi dalam bimbingan Tuhan, bukan justru saling menghukum atau terpenjara dengan simbol-simbol masa lalu. Saat ini, orang tidak akan menanyakan lagi apa agama atau sukumu, namun apa keterampilanmu. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H