Mohon tunggu...
Hilmi Abdul Mufahir
Hilmi Abdul Mufahir Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa introvert

seorang anak laki-laki yang babak belur bertarung di gelanggang kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kita Manusiawi?

28 Desember 2022   22:00 Diperbarui: 29 Desember 2022   06:34 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Adakah batas manusiawi?

Batas seorang anak manusia untuk berbelas kasih, menolong, memperhatikan atau membantu meringankan penderitaan orang lain. Dan lebih luas lagi, sejauh mana orang mau berempati, memikul beban untuk membangun dan mempertahankan hubungan tatkala batas kesanggupan telah terlampaui. Ungkapan manusiawi adalah gagasan bahwa manusia adalah makhluk yang beradab, memiliki logika, emosi dan kasih sayang, memahami penderitaan orang lain, dan mampu memberikan bantuan dan rasa aman kepada orang lain.

Sampai sejauh mana orang masih bisa bersikap baik dan pengertian kepada orang lain?

Refleksi semacam itu membawa kita pada sejarah perang, kekejaman, kediktatoran, penjajahan, eksploitasi orang lain, berbagai konflik dan penelantaran yang diderita orang lain. Tentang hal-hal kecil yang  sering kita lakukan sehari-hari dalam koridor sosial dan di dunia sehari-hari. Kita sendiri telah menabur semua jenis benih untuk semua jenis kekacauan yang sangat kita kritisi hari ini.

Aku menemukan bahwa mudah bagi seseorang, terutama di negara ini, untuk membenci orang lain tanpa alasan yang jelas. Aku telah melihat ini sepanjang kehidupanku yang sadar. Orang akhirnya membenci dan mengabaikan satu sama lain karena perbedaan kekayaan, perbedaan perspektif atau filosofi hidup, ras, agama, keyakinan politik, bahasa, gaya hidup dan penampilan. Kemudian orang bisa mengabaikan penderitaan orang lain dan menjadi sangat acuh bahkan acuh tak acuh terhadap penderitaan orang lain hanya karena berkelahi, iri hati, merasa dikhianati dan semua hal kecil lainnya yang berujung pada ketidaksepakatan politik tingkat tinggi.

Dunia kita sehari-hari sangat terpecah karena hal-hal sepele. Lalu kita bawa ke arena politik dan perang. apa yang akan terjadi?

Sejauh mana seseorang dapat tetap baik hati dan bijaksana dalam sikap dan cara pandangnya. Pada batas manusia ini, jelas bahwa utopia apa pun yang diharapkan manusia tidak akan pernah terjadi. Di dalam dunia sehari-hari saja, aku dan semua orang nyaris gagal atau tidak mampu untuk mewujudkan segala Pernik kebaikan universal itu. Meski dalam skala kecil, di wilayah sosial yang terbatas, kita sudah sangat terbebani. Dan kita semua sudah merasa tidak mampu melakukannya.

Aku hanya ingin melihat dan merenungkan, sejauh manakah kemanusiaan itu masih bisa ditegakkan dan berapa banyak dari kita yang benar-benar melakukannya. Entah itu atas nama Tuhan, suatu ideologi atau nilai-nilai yang dianggap baik. Di dunia keseharianku saja, aku bisa mengabaikan beberapa temanku sendiri hanya karena alasan sepele atau penting. aku tidak tau apakah itu karena diriku sedikit kesal atau sedang berada dalam situasi di mana aku tidak memungkinkan untuk memikirkan orang lain. Tapi setidaknya aku menyadari keterbatasan diiri dan tidak membuat sebuah tuntutan politik, agama atau ideologis menjadi konyol. Manusia harus memahami keterbatasannya sendiri sebelum ia dapat berpikir secara luas dan universal. Tapi mengetahui batas manusia ini efeknya benar-benar tidak nyaman.

Aku telah melihat banyak sekali orang menjauh dari ku karena berbagai alasan, dan aku telah melihat semua jenis teman menjauh dari teman mereka karena berbagai alasan. Kebanyakan adalah urusan keseharian manusiawi. Belum mencapai tahap filosofis dan politik, dan ketika sudah mencapai tahap metafisik, filosofis dan politik, sangat mudah untuk manusia saling menghancurkan. Dan aku telah melihatnya setiap hari. Dari orang yang aku kenal sampai pada orang yang tidak aku kenal.

Ketika seseorang tidak menyukai atau membenci seseorang atau kesal, mereka cenderung melupakan kemanusiaannya. Apalagi jika pernah merasa sakit hati atau terhina. Terlalu mudah bagi orang untuk dituntun ke balas dendam, pengabaian, atau kekejaman yang sama dengan cara yang berbeda. Mulai dari bertengkar, tidak meminta maaf, memutuskan hubungan, menikmati penderitaan orang lain hingga kegembiraan melihat seseorang menderita. Batas manusiawi luar biasa rapuh. Alasan sepele sudah cukup untuk menghancurkan anggapan aneh kita bahwa kita adalah orang-orang yang membela kemanusiaan.

Kita juga membatasi ruang lingkup kemanusiaan itu sendiri, orang berempati dengan orang lain yang mereka sukai atau tidak mereka kenal. Orang-orang memilah-milah kepada siapa mereka memberikan empati atau tidak, mana yang diperhatikan dan diabaikan. Kita akan tetap menjalin hubungan dan menjadi sangat dekat dengan seseorang tatkal akita merasa nyaman, tidak terbebani atau disakiti oleh orang itu. Kita membantu orang yang tidak menyakiti kita secara pribadi dengan lebih mudah daripada orang yang kita kenal dan yang pernah dekat dengan kita tetapi merasa bahwa mereka telah menyakiti kita secara pribadi dan intelektual. Sangat mudah bagi kita untuk mengabaikan orang yang tidak kita sukai. Membiarkannya menderita atau mati karena kita membenci mereka atau tidak peduli dengan mereka. Sangat mudah bagi kita untuk melupakan cita-cita hati nurani kita, kebaikan dan agama Tuhan, kemanusiaan, hanya karena hal-hal sepele seperti itu.

Seseorang dapat melapor ke polisi atau menangkap seseorang  hanya karena tidak setuju dalam percakapan dunia maya. Orang dapat dengan cepat mengakhiri hubungan hanya karena mereka tidak menyukai komentar atau status seseorang di situs sosial. Persahabatan bisa berakhir hanya dengan mengkritik hal-hal yang semestinya boleh dan perlu dikritik. Kita hidup di dunia di mana jiwa yang tertutup merajalela. Keterbukaan pikiran, sikap dewasa, dan kebijaksanaan sangat sedikit dan langka.

Aku sendiri adalah bukti hidup berapa lama seseorang bisa menoleransi keberadaanku. Seberapa jauh seseorang mencoba untuk membantuku. Selama aku masih hidup, mungkin aku bukti nyata sejauh mana kemanusiaan itu. Aku melihat inti kemanusiaan dan apa yang tidak akan pernah terselesaikan sampai kapanpun manusia ada. Berapa lama aku harus melihat hal-hal yang kontradiktif di sekitarku setiap hari? Dalam kehidupan sehari-hari seseorang. Membenci, menghindari, mengabaikan satu sama lain dan memperlakukan orang lain sebagai bagian yang tidak penting dari hidup kita adalah fakta sehari-hari yang aku dapati dan lihat. Aku melihat runtuhnya nilai-nilai kemanusiaan pada setiap orang, pada diriku sendiri, berjalan dalam gamang, untuk apa kita masih berdebat tentang kemanusiaan jika dalam dunia kesehariaan kita saja. Kita tak sanggup melakukannya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun