Struktur MPR sekarang sedikit berbeda dengan struktur MPR Orde Baru. MPR Orde Baru terdiri dari tiga unsur yaitu: (i) DPR; (ii) Utusan Daerah, dan (iii) Utusan Golongan. MPR sekarang, Orde Reformasi, sebagaimana kita maklumi hanya terdiri dari Dua Unsur yaitu: (i) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 575 anggota, dan (ii) Dewan Perwakilan Daerah (DPD), 136 anggota, seluruh anggota MPR 711 orang.
Kewenangan MPR sekarang adalah: (i)mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; (ii) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan (iii) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya. Mengubah dan menetapkan UUD dapat saja tidak pernah dilakukan dalam lima tahun masa jabatan anggota MPR. Ini terjadi pada MPR 2004, 2009, dan 2014. Mungkin juga tidak terjadi di MPR 2019.
Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya dilakukan sekali dalam lima tahun. Sedangkan tugas/kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya tidak pernah digunakan semasa Presiden SBY (2004 -- 2009) dan sejauh ini dalam masa jabatan Presiden Jokowi.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa kewajiban kerja MPR hanya beberapa hari dalam lima tahun, jika tidak ada kegiatan amademen UUD 1945 dan presiden dan/atau wakil presiden tidak perlu diberhentikan. Kondisi ini sangat boros dan tidak seimbang dengan uang negara ratusan miliar rupiah yang dihabiskannya.
Diatasnya, sebagian tugas penting legislatif yang lain, yang seharusnya dikerjakan oleh MPR, dialihkan ke Mahkamah Konstitusi. Ini tugas untuk menguji konsistensi UU terhadap UUD 1945.
Di sisi lain, azas Trias Politika mengatakan bahwa tugas MPR butir b.ii dan b.iii, diatas, seharusnya merupakan tugas lembaga yudikatif dan bukan tugas lembaga legislatif. Lebih kisruh lagi, lembaga eksekutif (kepresidenan) sangat getol membuat UU baru dan lembaga legislatif DPR sangat getol cawe-cawe urusan eksekutif.
Implikasinya, kinerja pemerintahan jauh dari optimal jika enggan mengatakan buruk sekali. Demokrasi bahkan berjalan mundur. Supremasi hukum terbengkalai.
Kondisi ini jangan kita biarkan terus berlanjut. Kita bukan saja tidak ingin narasi Indonesia lenyap 2030 menjadi kenyataan tetapi juga kita ingin Indonesia makmur dan hebat. Bongkar MPR sekarang juga dan jadikan MPR Baru yang menjamin keterwakilan semua golongan. Yang kaya, yang cukong, yang miskin, akademisi, tenaga medis, atlit/olahragawan, guru/dosen, pekerja seni, buruh, UMKM, purnawirawan/pensiunan, pejabat/pegawai sektor pemerintah/swasta, masyarakat adat, antara lain, perlu diberikan kesempatan yang sama untuk terpilih/diangkat menjadi anggota MPR.
MPR Baru (Inisiatif). Anggota MPR Baru tetap terdiri dari dua unsur seperti MPR sekarang tetapi dengan unsur yang berbeda. Kedua unsur MPR baru itu adalah: (i) anggota DPD (131 anggota) dan anggota Utusan Semua Golongan (USG) (393 anggota). Dua per tiga anggota MPR Baru adalah anggota Utusan Semua Golongan.
Anggota DPD tetap dipilih langsung oleh rakyat sedangkan anggota Utusan Semua Golongan diwakilkan oleh rakyat untuk dipilih (secara acak/random) dengan sistem lotre atau undian. Calon anggota MPR dari unsur USG tidak perlu mengeluarkan biaya dan/atau kegiatan apapun dalam proses lotre atau undian ini.
Baik sistem lotre/undian maupun sistem MPR Baru perlu didukung oleh sistem teknologi yang deterministik, dapat diuji oleh siapa saja dengan menggunakan alat/devices apa saja, dan, dapat dilakukan dimana saja.
Fungsi MPR Baru
MPR (baru) berfungsi sebagai Majelis Tinggi. Setara, antara lain, dengan Senat (USA), House of Lords/Peerages (UK), Dewan Negara (Malaysia), dan Senado ng Pilipinas (Filipina). Fungsi MPR (baru) setara dengan Majelis Tinggi di beberapa negara termaksud yaitu menyetujui/menolak RUU yang diajukan oleh DPR (Majelis Rendah). MPR Baru secara penuh melaksanakan fungsi legislatif yang konsisten dengan azas Trias Politika Montesquie.
Dengan demikian Parlemen Baru Indonesia (Inisatif) terdiri dari dua kamar yaitu Majelis Tinggi (MPR) dan Majelis Rendah (DPR). Tugas dan fungsi utama Parlemen adalah legislasi sesuai dengan prinsip Trias Politika Montesquie.
Lembaga Kepresidenan Baru (inisiatif)
Lembaga Kepresidenan Baru (Inisiatif) yaitu tugas utama Pemerintah adalah menjalankan UU. Presiden perlu diberikan hak veto atas RUU yang sudah disetujui MPR (baru).
Latar Belakang
Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 menjamin hak dan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan. Perintah ini diabaikan oleh peraturan perundang-undangan yang ada saat ini dan diperburuk oleh kondisi pemilih akar rumput kita yang sering disebut sebagai "Pemilih Norak".
Komunikasi (kampanye) Calon Kepala Daerah dan Calon anggota legislatif ke pemilih norak termaksud perlu berpola komunikasi langsung (door to door) dengan menggunakan banyak sekali Tim Sukses (Timses) sehingga sangat mahal dan diluar nalar. Alm. Tjahjo Kumolo pernah mengatakan bahwa untuk berhasil mendapatkan kursi DPR, seorang Caleg (DPR) ada yang menghabiskan uang hingga Rp46 miliar. Itu untuk kasus Pileg 2019 loh. Â Dalam nuansa yang sama tetapi perspektif berbeda, Menko Polhukam Mahfud M.D. mengatakan bahwa sekitar 92 persen Calon Kepala Daerah dibiayai oleh Cukong.
Ini berarti hanya miliarder dan/atau yang punya koneksi dengan cukong yang berkesempatan maju sebagai Calon Kepala Eksekutif Daerah dan sebagai Calon Anggota Legislatif. Di sisi lain, pejabat negara terpilih termaksud lebih memperhatikan para cukong dan/atau kepentingan pribadi untuk kompensasi biaya kampanye. Perhatian untuk menciptakan efisiensi pemerintahan dan keuangan negara di nomor duakan dan terlihat tendensi yang sangat kuat terjadinya kolusi kronis antara pejabat legislatif dengan pejabat eksekutif. Hal ini bermuara pada banyak sekali dari mereka itu, pejabat negara terpilih, Â yang terjerat kasus korupsi.
Orang-orang, seperti kita semua disini rasanya, yang memiliki kapasitas dan integritas mumpuni tidak memiliki kesempatan meraih jabatan pejabat negara terpilih termaksud, dengan sistem dan lingkungan yang ada sejauh ini. Â Kita bukan miliarder dan para cukong tidak tertarik dengan orang-orang seperti kita, umumnya. Kesempatan termaksud baru akan hadir jika Pemilih Norak sudah menjadi Pemilih Keren. Namun, ini membutuhkan waktu yang sangat panjang, beberapa generasi lagi, 25 hingga 50 tahun, jika narasi Indonesia lenyap 2030 tidak menjadi kenyataan.
Logis jika kita menginginkan untuk tidak menunggu lagi Pemilih Norak menjadi Pemilih Keren. Nasib kita bersama jangan dibiarkan terus tergantung dengan Pemilih Norak. Perlu diciptakan sistem baru untuk mengangkat sebagian anggota legislatif (MPR Baru) yang memberi kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk menduduki jabatan legislatif (parlemen) nasional. Ini juga merupakan semacam edukasi kondusif tidak langsung untuk percepatan migrasi soial Pemili Norak menjadi Pemilih Keren.
Pondasi sistem parlemen baru dua kamar termaksud adalah sistem undian/lotre Anggota MPR Baru unsur Utusan Semua Golongan seperti termaksud diatas. Sistem undian/lotre wajib berbasis teknologi yang deterministik.
Yes we can. Bersama kita bisa.
Kontak: kangmizan53@gmail.com
Gabung Zoom meeting: Selasa, 29 November 2022, pukul 14.30 WIB. ID: 890 0371 0073 Sandi: 986528
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI