Baik sistem lotre/undian maupun sistem MPR Baru perlu didukung oleh sistem teknologi yang deterministik, dapat diuji oleh siapa saja dengan menggunakan alat/devices apa saja, dan, dapat dilakukan dimana saja.
Fungsi MPR Baru
MPR (baru) berfungsi sebagai Majelis Tinggi. Setara, antara lain, dengan Senat (USA), House of Lords/Peerages (UK), Dewan Negara (Malaysia), dan Senado ng Pilipinas (Filipina). Fungsi MPR (baru) setara dengan Majelis Tinggi di beberapa negara termaksud yaitu menyetujui/menolak RUU yang diajukan oleh DPR (Majelis Rendah). MPR Baru secara penuh melaksanakan fungsi legislatif yang konsisten dengan azas Trias Politika Montesquie.
Dengan demikian Parlemen Baru Indonesia (Inisatif) terdiri dari dua kamar yaitu Majelis Tinggi (MPR) dan Majelis Rendah (DPR). Tugas dan fungsi utama Parlemen adalah legislasi sesuai dengan prinsip Trias Politika Montesquie.
Lembaga Kepresidenan Baru (inisiatif)
Lembaga Kepresidenan Baru (Inisiatif) yaitu tugas utama Pemerintah adalah menjalankan UU. Presiden perlu diberikan hak veto atas RUU yang sudah disetujui MPR (baru).
Latar Belakang
Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 menjamin hak dan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan. Perintah ini diabaikan oleh peraturan perundang-undangan yang ada saat ini dan diperburuk oleh kondisi pemilih akar rumput kita yang sering disebut sebagai "Pemilih Norak".
Komunikasi (kampanye) Calon Kepala Daerah dan Calon anggota legislatif ke pemilih norak termaksud perlu berpola komunikasi langsung (door to door) dengan menggunakan banyak sekali Tim Sukses (Timses) sehingga sangat mahal dan diluar nalar. Alm. Tjahjo Kumolo pernah mengatakan bahwa untuk berhasil mendapatkan kursi DPR, seorang Caleg (DPR) ada yang menghabiskan uang hingga Rp46 miliar. Itu untuk kasus Pileg 2019 loh. Â Dalam nuansa yang sama tetapi perspektif berbeda, Menko Polhukam Mahfud M.D. mengatakan bahwa sekitar 92 persen Calon Kepala Daerah dibiayai oleh Cukong.
Ini berarti hanya miliarder dan/atau yang punya koneksi dengan cukong yang berkesempatan maju sebagai Calon Kepala Eksekutif Daerah dan sebagai Calon Anggota Legislatif. Di sisi lain, pejabat negara terpilih termaksud lebih memperhatikan para cukong dan/atau kepentingan pribadi untuk kompensasi biaya kampanye. Perhatian untuk menciptakan efisiensi pemerintahan dan keuangan negara di nomor duakan dan terlihat tendensi yang sangat kuat terjadinya kolusi kronis antara pejabat legislatif dengan pejabat eksekutif. Hal ini bermuara pada banyak sekali dari mereka itu, pejabat negara terpilih, Â yang terjerat kasus korupsi.
Orang-orang, seperti kita semua disini rasanya, yang memiliki kapasitas dan integritas mumpuni tidak memiliki kesempatan meraih jabatan pejabat negara terpilih termaksud, dengan sistem dan lingkungan yang ada sejauh ini. Â Kita bukan miliarder dan para cukong tidak tertarik dengan orang-orang seperti kita, umumnya. Kesempatan termaksud baru akan hadir jika Pemilih Norak sudah menjadi Pemilih Keren. Namun, ini membutuhkan waktu yang sangat panjang, beberapa generasi lagi, 25 hingga 50 tahun, jika narasi Indonesia lenyap 2030 tidak menjadi kenyataan.