Gonjang ganjing siapa saja Capres 2024 terus saja bergulir. Terus bergulir seperti layangan putus. Misalnya, Jum'at tgl 10 Juni, penulis kebetulan melihat dua tayangan Podcast Youtube yang berbeda. Yang pertama dengan judul "Siapa Penentu Capres: Jokowi, Megawati atau Surya Paloh?" dan yang kedua dengan judul "MEMBACA DIBALIK KEMESRAAN JOKOWI & MEGAWATI."
Muncul juga pembentukan koalisi pengusungan Pasangan Capres. Misalnya, Partai Golkar, PAN, dan PPP mendeklarasikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). PKB dan PKS mendeklarasikan Koalisi Semut Merah. Kedua koalisi ini belum bicara apa-apa tentang Capres. Partai Nasdem mengeluarkan barang baru. Jum'at, 17 Juni yang lalu, Partai yang Ketumnya Surya Paloh ini mengumumkan amplop kandidat Capres dari Partai Nasdem. Isinya adalah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Andika Perkasa.
Mundur kebelakang, Partai Nasdem jauh sebelum ini yaitu di tahun 2020 menyuarakan wacana Konvensi Capres 2024. Namun, wacana yang diluncurkan empat tahun sebelum Pilpres 2024 dibatalkan.
Sangat panjang dan berbelit-belitnya bisnis proses penunjukan Capres dari Parpol sudah berlangsung sejak Pilpres langsung pertama di tahun 2004. Selain sangat panjang dan berbelit-belit juga tidak ada kepastian hukum. Tidak ada kerangka baku yang disepakati bersama. Tidak ada unsur inklusivitas, transparan, dan terbuka.
Untuk Pilpres tahun 2014, misalnya, grasa grusu siapa yang akan diusung oleh Parpol sudah dimulai empat tahun sebelumnya. Misalnya, Partai Golkar dalam bulan Agustus 2011 mengumumkan bahwa telah menyiapkan lima Kadernya untuk diusung sebagai Capres dalam Pilpres 2014. Bagaimana cara menyiapkan, siapa yang memiliki otoritas untuk menetapkan, kapan waktunya, tidak ada yang dipublikasikan. Hal yang serupa terjadi juga di seluruh Parpol yang lain dan tentu saja termasuk PDIP dan Partai Gerindra.
Untuk PDIP, Â ujug-ujug, secara mendadak dan tiba-tiba saja, pada tanggal 14 Maret 2014, kurang dari satu bulan sebelum Pileg 9 April 2014, Jokowi yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta mengumumkan bahwa ia sudah ditunjuk oleh Bu Mega, Ketum PDIP, sebagai Capres PDIP untuk Pilpres 2014. Hal ini disampaikan oleh Jokowi dalam konferensi press di Musium Rumah Sipitung, Marunda, Jakarta Utara. Lihat, misalnya, https://bit.ly/Capres_Sipitung
Nuansa ujug-ujug dan tertutup dalam penetapan Calon Presiden/Wakil Presiden dari PDIP juga terjadi pada Partai Gerindra. Bahkan sebetulnya penetapan Paslon Presiden dari Partai Gerindra lebih ujug-ujug lagi, bagi publik, sebab pernyataan resmi dari Partai Gerindra baru diumumkan pada tanggal 19 Mei 2014.Â
VOA.com, 19 Mei 2014, tayang artikel dengan judul 6 Parpol Dukung Pasangan Prabowo-Hatta dalam Pilpres. Teaser berita ini adalah: Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa resmi dideklarasikan oleh enam partai politik sebagai calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan Presiden mendatang. Disini dilaporkan bahwa deklarasi yang dihadiri 6 pimpinan partai politik termasuk Amien Rais itu disampaikan di Rumah Polonia, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur hari Senin, 19 Mei 2014. Lebih jauh juga dilaporkan disini bahwa Calon Presiden Prabowo Subianto mengatakan Koalisi enam partai ini terbentuk karena ada kesamaan visi misi yang ingin membangun dan menyelamatkan bangsa, serta . masih banyak kekurangan dalam demokrasi yang sedang Indonesia bangun.
Pola yang jauh dari cerdik ini, atau, jika disonomimkan dengan ikon DUNGU Rocky Gerung, Pola dungu ini terus berlanjut di Pilpres 2019. Â Misalnya, Tempo.co, 5 Agustus 2018, tayang artikel dengan judul Ditanya Soal Deklarasi Capres 2019, Jokowi Tunjuk Megawati. Disini ditulis jawaban Jokowi ketika ditanya jurnalis bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi menunggu saran Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait waktu deklarasi calon presiden bersama calon wakil presiden 2019. Kemudian dilanjutkan dengan narasi bahwa Jokowi mengatakan hal itu sesuai arahan di acara pembekalan bakal calon legislatif DPR yang digelar PDIP di Hotel Mercure, Ancol pada Ahad, 5 Agustus 2018.
Lihat juga, misalnya, CNNI.com, 14 Agustus 2018, menjelang tengah malam, tayang artikel dengan judul Mahfud Buka-bukaan Batal Jadi Cawapres Jokowi di Detik Akhir. Disini dilaporkan klarifikasi Mahfud M.D atas drama pencalonan dirinya sebagai Cawapres Jokowi. Klarifikasi ini sebetulnya disampaikanya pada acara ILC Karny Ilyas, TvOne yang diselenggarakan malam tanggal 14 Agustus termaksud. Â Disini dilaporkan bahwa Mahfud M.D. sudah bersiap-siap dan menunggu di Restoran yang berdekatan dengan lokasi deklarasi Restoran Plataran Menteng, Jl HOS Cokroaminoto No 42, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Agustus 2018. Namun, ternyata yang diumumkan sebagai Cawapres Jokowi adalah Ma'ruf Amin dan bukan Mahfud M.D.
Sangat panjang dan berbelit-belitnya bisnis proses penunjukan Capres dari Parpol termasuk dari PDIP ini. Grasa grusu, gonjang ganjing hingga deklarasi pada tanggal 14 Agustus 2018 itu memakan waktu lebih dari tiga tahun! Saya menarik kesimpulan Tahun Kerja 1 Tahun Doang tetapi Tahun Pilpres 4 Tahun. Kapan kita Garuda ini bisa membumbung tinggi? Hayu suarakan Tahun Pilpres tidak lebih dari satu tahun! Kita harus Move on!
Dalam kaitan ini, mungkin banyak manfaatnya membandingkan Pilpres Indonesia dengan Pilpres Amerika Serikat (USA). Untuk itu beberapa hal penting dapat kita bandingkan. Pertama, di Indonesia masing-masing Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden ditetapkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Untuk kenyaman kita sebut saja sebagai Pasangan Calon (Paslon). Di USA hanya Calon Presiden yang dipilih melalui Konvensi Capres Parpol. Cawapres dipilih sendiri oleh Capres.
Kedua, di Indonesia  Paslon itu ditetapkan oleh Ketua Umum (Ketum) partai politik atau merupakan hasil kesepakatan Para Ketum Parpol yang bersangkutan. Di USA, Capres dipilih secara demokratis oleh seluruh anggota Parpol. Anggota dan pengurus Parpol masing-masing memiliki hak suara yang sama yaitu satu orang satu suara. Selain itu, dimungkin juga rakyat biasa (publik) ikut juga memilih Capres itu. Walaupun demikian, hak anggota Parpol atau perseorangan warga negara untuk memilih Capres USA itu diwakilkan kepada juru pilih atau elektor yang dinamakan delegasi atau perseorangan. Dengan kata lain anggota Parpol atau dapat juga dengan tambahan warga negara biasa tidak memilih secara langsung Capres yang bersangkutan. Mereka mewakilkanya kepada delegasi dan perseorangan.
Rangkaian proses pemilihan Capres di USA disebut Konvensi Capres Parpol. Ada dua elemen utama dalam konvensi ini yaitu Primary atau Caucus dan Konvensi Nasional Parpol. Primary atau Caucus adalah kegiatan memilih sejumlah delegasi atau per orangan pada jenjang negara bagian (provinsi), yang dimulai dari desa/kelurahan (county), kecamatan (district) hingga kabupaten/kota {local governments}. Pemilih (voters) dapat siapa saja dan oleh karena itu dapat saja tidak terdaftar sebagai anggota Parpol  penyelenggara kegiatan primary atau caucus (sistem terbuka) atau wajib terdaftar sebagai anggota Parpol termaksud (sistem tertutup).
Calon delegasi atau perorangan termaksud (calon juru pilih Capres) sebelumnya, sebelum terpilih menjadi delegasi atau perorangan maksudnya, sudah berjanji dan/atau menyatakan akan memilih atau mendukung Calon Presiden/Wakil Presiden tertentu. Calon delegasi atau per orangan tersebut adalah siapa saja tetapi biasanya adalah pengamat politik, akademisi, atau, pengurus parpol di wilayah negara bagian, atau, pendukung utama Capres/Cawapres yang bersangkutan. Â Â Delegasi atau perorangan ini akan mewakili masing-masing negara bagian dalam Konvensi Nasional Calon Presiden/Wakil Presiden Parpol termaksud.
Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden yang mendapatkan suara delegasi terbanyak akan maju pada Pilpres USA mewakili partai politik ini. Perlu juga dipahami bahwa Konvensi Nasional termaksud lebih bersifat seremonial dan pengesahan Calon Presiden/Wakil Presiden sebab pemenang konvesi sudah diketahui, diberitakan secara meluas oleh media, sebelum konvensi nasional itu berlangsung.
Ketiga, tidak ada kepastian kapan Paslon ditetapkan di Pilpres INA. Grasa grusu, rumpian, bahkan sejak tiga tahun sebelum Pilpres sudah bergentayangan. Â Namun, penetapanya baru beberapa bulan menjelang Pilpres. Sebaliknya, di USA kegiatan Primary atau Caucus dimulai dalam bulan Februari dan berakhir di bulan Juli [HANYA 6 BULAN] dengan bulan Agustus sebagai Konvensi Nasional. Pilpres USA diselenggarakan dalam bulan November.
Keempat, jumlah bakal Calon Presiden di INA super kecil; hanya dua orang yang itu lagi dan yang itu lagi. Jokowi Vs Prabowo (2014) dan Jokowi Vs Prabowo (2019). Hal ini terutama terkait dengan ketentuan UUD tahun 1945 bahwa bakal calon itu ditetapkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Diparparah lagi oleh persyaratan ambang batas (presidential threshold 20 persen) yang tertuang dalam Pasal 222 UU Pemilu tahun 2017 dan oleh praktik hak prerogatif Ketum dalam penunjukan Pasangan Calon (PENGINGKARAN semangat demokrasi yang tertuang dalam Pasal 223 UU Pemilu tahun 2017). Aneh bin Ajaib, jarang, jika ada, yang pernah membaca Pasal Feodalisme ini,
Di USA jumlah bakal Calon Presiden sangat besar. Misal, untuk Pilpres tahun 2020 ada 39 bakal calon presiden (presidential candidates) pada Primary Democrat. Dalam Konvensi Nasional, Joe Biden ditetapkan sebagai Capres Partai Demokrat. Untuk Partai Republik, terdapat 150 orang bakal calon presiden. Maksudnya terdapat 150 orang warga negara yang mendaftarkan diri sebagai bakol Capres Partai Republik. Sama seperti pola konvensi Demokrat, Donald Trump ditetapkan sebagai Capres dari Partai Rupublik dalam Konvensi Nasional Partai Republik.
Kelima, di Pilpres INA isu "sewa perahu" sangat menyengat. Sewa perahu ini sering diekspus sebagai setoran dana kampanye. Di Pilpres USA, tidak ada kendala sewa perahu. Siapa saja dapat mencalonkan diri sebagai Capres tanpa ada pungtan apa-apa. Capres memiliki otoritas penuh atas Tim Kampanyenya.
Keenam, di Pilpres INA debat terbuka di Tv dibiayai oleh APBN, Sebaliknya, di USA debat terbuka Tv diselenggarakan secara mandiri oleh stasiun Tv nasional swasta dan mereka perlu membayar pajak kepada pemerintah.
Ada beberapa lagi. Namun, yang enam ini cukup untuk digunakan sebagai pemantik diskusi.
Hayu SERUKAN TAHUN PILPRES TIDAK LEBIH DARI SATU TAHUN, Geruduk DPR dan jangan lagi MK..bersama kita bisa...... Yes we can
Kontak: kangmizan53@gmail.com .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H