(1) Penentuan calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik bersangkutan;
(2) Partai Politik dapat melakukan kesepakatan dengan Partai Politik lain untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan Calon;
(3) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka;
(4) Calon Presiden dan/ atau calon Wakil Presiden yang telah diusulkan dalam satu pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan legi oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya.
Perhatikan bahwa Pasal 223 ini mengandung dua frasa penting: (i) secara demokratis, dan (ii) mekanismen internal partai politik. Masalahnya menjadi runyam ketika Frasa "secara demokratis" dibuang begitu saja. Frasa yang digunakan adalah "sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik bersangkutan" atau "sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah Gabungan Partai Politik."
Frasa yang digunakan ini disinonimkan dengan hak prerogatif Ketua Umum Partai Politik. Hayu speak up. Tidak perlu ahli ilmu politik atau ahli hukum tatanegara untuk mengatakan bahwa fenomena hak prerogatif ini adalah peliharaan oligarki!
Salam Kompasianer. Kontak: kangmizan53@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H