Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Maling Politik Itu Oligarki, Jangan Terlalu Cemas, Ini Penangkalnya

18 Juni 2022   08:59 Diperbarui: 18 Juni 2022   09:00 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasal 222 UU Pemilu tahun 2017 menyatakan bahwa hanya partai politik atau gabungan partai politik yang minimal memiliki 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional yang dapat mengusung Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden. Ini merupakan hasil Pileg tahun 2019 untuk Pilpres tahun 2024. Mari kita lihat sejenak hasil Pileg 2019.

Hasil Pemilihan Anggota DPR tahun 2019

Dokpri
Dokpri

Sumber: KPU

Baru-baru ini kita dengar ada wacana pembentukan Koalisi Indinesia Bersatu (KIB). KIB yang terdiri dari Golkar, PAN, dan PPP memiliki 26 persen kursi DPR dan oleh karena itu dapat mengusung satu Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden. (ii) PDIP dengan 22 persen kursi jelas dapat melakukan hal yang sama. (iii) Koalisi Semut Merah, KSM (PKB dan PKS) hanya memiliki 19 persen kursi DPR dan perlu tambahan satu Parpol lagi. Jika Demokrat bergabung, maka jumlah kursi mereka adalah 28 persen dan ini sudah mencukupi untuk itu. Dan, (iv) Gerindra dan Nasdem (24 persen) juga berhak untuk mengusung satu Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden. Potensi empat Pasangan Calon terbuka untuk Pilpres 2024.

Dengan empat Pasangan Calon ini jelas akan membuat banyak yang senang. Sinisme dan kritik dua Pasangan Calon di Pilpres 2014 dan 2019 sudah terobati. Namun jika dicermati lebih dalam, maka hal ini tidak dapat secara otomatis dikatakan bahwa ada satu atau dua Pasangan Calon yang bebas oligarki. Tetap saja keempat Pasangan Calon dapat dikuasai oleh oligarki. Kenapa demikian?

Hal ini terutama disebabkan oleh adanya tendensi yang kuat bahwa oligarki cukup membuat deals atau kesepakatan dengan para Ketum Parpol termaksud; cukup membuat deals dengan sembilan orang Ketum Parpol termaksud.  Hal ini dimungkinkan mengingat praktik yang ada sejauh ini adalah penetapan Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden merupakan hak prerogatif Ketum Parpol.

Fenomena hak prerogatif termaksud terus berjangkit sejak awal reformasi hingga kini karena sejauh ini jarang sekali, jika ada, yang mempermasalahkan atau menggugat Pasal 223 UU Pemilu 2017. Pasal ini multi tafsir dan sejauh ini muatan demokrasi diabaikan begitu saja dan muatan feodalisme yang dipertahankan.

Dalam hal muatan atau semangat demokrasi dalam pasal ini ditegakan, maka hak prerogatif termaksud tidak dapat diberlakukan. Penetapan Pasangan Calon itu harus merupakan kesepakatan anggota Parpol dan bukan kesepakatan pengurus Parpol apalagi hanya diputuskan oleh Pak/Bu Ketum.

Oligarki akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan puluhan ribu anggota Parpol apalagi mengendalikan para anggota gabungan Parpol, yang dapat mencapai ratusan ribu orang. Cengkraman oligarki akan bertambah lemah jika azas transparansi dan keterbukaan dalam penetapan Pasangan Calon itu juga dijunjung tinggi.

Pasal 223 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun