BUMN sakit parah. Layaknya terserang komplikasi berbagai penyakit pembunuh. Cuci darah, jantung, diabetes, dan sekarang kena virus Covid-19. Uang negara terkuras habis untuk mengobatinya tetapi belum terlihat tanda-tanda kesembuhan.
Korupsi sangat masif dan kronis di BUMN. Dalam periode 2000 -- 2020, dua orang Menteri BUMN, 11 orang Direktur Utama, dan 37 orang Direktur BUMN terjerat kasus korupsi. Intuisi kami, jumlah ini akan melonjak jika KPK tidak diamputasi seperti sekarang ini.
Ingat sosok Tanri Abeng? Mantan Menteri BUMN pertama ini pernah mengeluhkan kinerja BUMN. Â Menurutnya, keuntungan Petronas tiap tahun bisa mencapai 20 miliar dollar AS. Sebaliknya, total pendapatan 141 BUMN Indonesia hanya 13,5 miliar. Dengan kata lain, 141 BUMN Indonesia kalah dengan satu BUMN Malaysia.
Lebih menyedihkan lagi, Â BUMN agen pembangunan hanya lip service saja. Alih-alih menambah kas negara BUMN malah menguras kas negara. Kas negara tekor Rp154 triliun dalam periode 2011 -2016. Pemerintah bukan menerima uang dari BUMN tetapi malah uangnya dirogoh BUMN sebesar Rp154 triliun dalam periode termaksud. Intuisi penulis, angka kerugian kas negara tersebut berlipat kali jadinya dalam Kabinet Jokowi (2014 -- sekarang).
Secara keseluruhan utang luar negeri BUMN menurut Bank Indonesia (BI) per Maret 2021 mencapai 59,65 miliar dolar AS atau setara Rp 851,160 triliun. Sedangkan utan luar negeri plus utang dalam negerinya hingga akhir tahun 2020 sudah mencapai Rp 2.000 triliun. Angka ini setara dengan 12,99% PDB Indonesia. Utang ini akan terus meroket dan entah kapan akan dapat dilandaikan.
Bahkan di saat pandemic Covid-19 dewasa ini, BUMN malah jadi beban berat negara. Coba lihat BUMN Karya dan PLN misalnya.
Di tahun 2021 ini saja, Rp 7,9 triliun uang APBN dikucurkan ke PT Waskita Karya dan secara keseluruhan BUMN Karya-karya akan menerima uang Cuma-Cuma Rp 63 Triliun dan uang itu bersumber dari tambahan utang pemerintah Kabinet Jokowi-M.A.
Utang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) di akhir 2020 saja sudah berjumlah Rp 649,2 triliun. Utang ini akan terus membumbung tinggi dan mencekik PLN sebab PLN membutuhkan Rp100 triliun per tahun untuk investasi sedangkan labanya hanya Rp5 triliun. Sedangkan suntikan dana segar dari pemerintah, PMN, maksimal hanya dapat Rp10 triliun per tahun.
Ironisnya, Direksi dan Komisaris BUMN hidup dalam keberlimpahan. Gaji, fasilitas, tantiem, bonus. terus meningkat, dalam hitungan miliaran rupiah per tahun, walaupun BUMN sekarat.
Lebih merinding lagi, komisaris BUMN itu banyak sekali rangkap jabatan di pemerintahan mulai setingkat direksi, hingga wakil Menteri. Sebagai wakil Menteri, mereka digaji negara dalam hitungan miliaran rupiah setiap tahun. Apa masih kurang ya?