Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kasihan, Fakir Miskin Ini Ditelantarkan oleh Negara

25 Agustus 2020   21:52 Diperbarui: 25 Agustus 2020   21:45 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pasal 34 UUD 1945 menyatakan negara MENJAMIN kesejahteraan sosial fakir miskin dan anak terlantar. Faktanya banyak sekali fakir miskin dan anak terlantar yang tidak pernah menerima bantuan sosial apa pun dari pemerintah. Penulis menemukan puluhan dari mereka yang ditelantarkan itu. Intuisi penulis menyatakan jutaan dan bahkan puluhan juta fakir miskin dan anak terlantar yang tidak dipelihara oleh negara. 

Contohnya adalah seperti pernyataan Kang Entis Sutisna yang ditayangkan pada video diatas. Ini pernyataan tertulis Kang Entis yang dikirim via WA ke penulis.

Saya entis sutisna sumarno, umur 55 th, beralamat di candraloka rt 03/rw 10 desa tegal kec kemang kab bogot.
Saya dalam kondisi yg amat memprihatinkan, kondisi sakit stroke yg sdh lama ,,,,,ikut bpjs kls 3 dan beberapa bln ini iuran menunggak, sdh tidak bekerja. Tinggal di rmh yg disewa oleh yayasan masjid asuruur, kebutuhan utk hidup sehari" atas kebaikan jamaah masjid, tetangga dan teman". Saya tdk pernah mendapat bantuan dalam bentuk apapun dari pemerintah. Oleh karenanya mohon perhatian dari pemerintah atas kondisi saya. Tksh

Ada lagi Mas Iyan (nama panggilan). Pekerjaan tukang servis alat-alat rumah tangga. Dapat uang jika ada permintaan servis. Selama Pandemi Covid-19 order servis itu sangat kurang. Beruntung jika dapat upah 300 ribu rupiah sebulan. Mang Iyan dengan tiga anak yang masih sekolah tinggal bersama ibunya yang jualan gado-gado dalam gang sempit di desa Bojong Gede Bogor. Mereka tinggal di rumah kontrakan yang sangat sederhana.

Mang Iyan pernah mendengar ada program BLT Desa. Ia juga pernah dengar ada program Bansos PKH. Mang Iyan tidak pernah terdaftar sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bansos pemerintah dan dengan demikian Mang Iyan, tiga orang anaknya, dan ibunya belum memiliki kartu BPJS Kesehatan.

Banyak sekali orang-orang seperti Kang Entis dan Mang Iyan itu yang tinggal di Kabupaten Bogor. Namun, tidak banyak, jika ada, yang seberani Kang Entis untuk membuat pernyataan tertulis dan bersedia dibuatkan video. Sebagian besar, jika tidak hampir seluruhnya, tidak berani untuk menyatakan itu secara tertulis apalagi dinyatakan dalam rekaman video. 

Orang-orang seperti Kang Entis dan Mang Iyan ini, menurut penulis termasuk dalam kategori kemiskinan absolut. Menurut Bank Dunia jumlah mereka ini adalah 26 juta orang (dibawah garis kemiskinan). Secara lebih umum, Bank Dunia mengatakan bahwa dari sekitar 264 267,3 juta penduduk Indonesia, 20.619% (sekitar 54 juta orang) adalah penduduk masih rentan jatuh miskin.

Masalahnya 54 juta orang yang rentan miskin itu tidak begitu kasat mata. Cukup sukar membuktikan keberadaan mereka itu. Sehingga orang-orang dalam kelompok ini patut diduga banyak yang tidak terjaring dalam berbagai program Bansos pemerintah mengingat orang-orang yang kasat mata saja seperti kasus Kang Entis dan Mang Iyan ada puluhan juta, seperti dijelaskan diatas, yang tidak pernah menerima bantuan sosial apa-apa dari pemerintah.

Kenapa ini terjadi secara kronis? Yang kita dengar itu masalah data. Penulis setuju dengan ini. Tapi, jika diamati lebih jauh sumber data amburadul itu adalah dua UU yang terkait dengan kemiskinan yaitu UU Kesejahteraan Sosial tahun 2009 dan UU Penanganan Fakir Miskin tahun 2011. 

Kedua UU ini mereduksi perintah UU Dasar 1945 untuk menjamin seluruh fakir miskin dan anak terlantar terdaftar sebagai Keluarga Penerima Manfaat berbagai program bantuan sosial pemerintah. Kedua UU itu hanya mengatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan sosial fakir miskin dan anak terlantar. 

Kata bertanggung jawab tidak identik dengan kata menjamin. Misal, polisi lalu lintas bertanggung jawab atas kelancaran lalu lintas jalan raya. Narasi ini jelas tidak berarti polisi lalu lintas menjamin kelancaran lalu lintas. 

Narasinya sangat kuat jika berbunyi polisi lalu lintas menjamin kelancaran lalu lintas.  Disini polisi lalu lintas sebagai suatu institusi sudah mengelola berbagai sumber-sumber yang langkah untuk kelancaran lalu lintas dan oleh karena itu berani menjamin lalu lintas akan selalu lancar. Tidak ada lagi ruas-ruas jalan yang tersendat apa lagi macet.

Dengan demikian, agar penyakit kronis terlantarnya orang-orang seperti Kang Entis dan Mang Iyan seperti diatas dapat dinihilkan, maka satu-satunya cara adalah melakukan amandemen kedua UU itu sehingga berbunyi pemerintah menjamin seluruh fakir miskin dan anak terlantar menerima berbagai bantuan sosial pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun