Selamat Idul Fitri 1441 H
Pandemi Corona dan Ramadhan rasanya membuat suasana Kompasiana santuy tetapi khidmat. Banyak sekali artikel santuy yang ditayangkan. Banyak juga artikel hikmah Ramadhan yang ditayangkan.
Kini berangsur-angsur kita kembali ke denyut Kompasiana semula. Artikel santuy, khidmat, dan berat mulai berbaur kembali. Berikut ini penulis sajikan artikel yang agak berat dengan tema perdagangan internasional yang secara spesifik mengangkat isu rejim pembatasan impor dengan mekanisme bukan tarif.
Kaburnya Pengertian Mafia Alkes Erick Thohir
Beberapa waktu yang lalu viral narasi Mafia Alkes yang diucapkan oleh Menteri BUMN, Erick Thohir. Berbagai media online dan Tv melansir dan mengulas pernyataan mantan Ketua Tim Kampanye 2019 Jokowi-Ma'ruf Amin ini.Â
Berita dan komen di Sosmed juga berisik sekali terutama ketika munculnya komen dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Jokowi 1, Sri Pudjiastuti.
Biang mafia impor Alkes ini, menurut mantan pemilik klub sepak bola Eropa ini, adalah sangat tingginya impor Indonesia atas Alkes ini.Â
Sekitar 90 persen alat kesehatan dan bahan baku obat di Indonesia masih diimpor dari luar negeri sehingga peluang mafia bergelayutan di importasi alat kesehatan ini sangat besar.Â
Satu Meja the Forum Kompas Tv
Satu Meja the Forum Kompas Tv mengangkat isu Mafia Alkes ini bulan April yang lalu. Budiman Tanuredjo, wartawan senior Kompas, seperti biasanya menjadi host tele konferensi ini yang menghadirkan lima orang pembicara: (i) Â Juru bicara Kementerian BUMN, Arya Sinulingga; (ii) Anggota Komisi VI DPR, Ario Bimo; (iii) Sekjen Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (GAKESLAB), Randy Hendarto; (iv) Anggota IDI, dokter Ance, dan (v) Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki), Ahyahudin Sodri.Â
Tele konferensi ini berlangsung seru dan sangat menarik. Bung Budiman dengan piawai sekali, berulang kali, Â berusaha menggiring para pembicara untuk mengatakan siapa sebenarnya Mafia Alkes yang dimaksud oleh Menteri BUMN itu, yang juga adalah adik orang terkaya nomor 16 di Indonesia, Garibaldi Thohir. Namun, tidak satu pun dari kelima pembicara itu, termasuk Bang Arya Sinulingga, menyebut nama dan/atau perusahaan dan/atau asosiasi terkait Alkes Indonesia, yang diyakini atau patut diduga sebagai Mafia Alkes Indonesia.
Kegagalan Mengungkap Mafia Impor Alkes
Konotasi mafia itu sangat jelek. Mafia dipersepsikan sebagai bandit yang tidak segan-segan melakukan, penipuan, perampokan dan pembunuhan.Â
Mafia juga dipersepsikan tidak segan untuk mengeduk sebanyak-banyaknya rente ekonomi dengan mengandalkan jaringan para makelar dari berbagai kalangan termasuk dari aparat penegak hukum, legislator, politisi dan birokrat.Â
Dengan demikian adalah sangat sensitif dan riskan sekali jika secara langsung menyebut seseorang atau perusahaan (gabungan perusahaan-perusahaan) tertentu sebagai Mafia Alkes tanpa ada bukti yang cukup kuat.Â
Ke semua para pembicara tersebut mungkin sebetulnya tahu dan/atau dapat menduga siapa atau perusahaan apa yang bermain dengan importasi Alkes itu tetapi lebih memilih jawaban-jawaban yang berputar dan tidak jelas.Â
Monopolist atau Oligopolist itu adalah Pemburu Rente
Situasinya akan sangat berbeda jika Bung Budiman menyederhanakan interpretasi narasi Mafia Impor Alkes. Bung Budiman bisa mulai dulu dari isu dan/atau kasus mafia-mafia impor yang lain. Dapat dimulai dari impor daging sapi, yang sudah menyeret Ketua PKS, impor gula yang melibatkan Hakim MK, dan impor-impor yang lain seperti beras, bawang, kacang kedelai, dan gandum. Â
Memang belum ada kasus baru disini. Namun, sangat mungkin sekali mafia-mafia itu tetap bergelayutan di sektor impor pangan tersebut. Patut diduga yang berbeda hanya  sebagian pemain saja sebab rezim perdagangan luar negeri Indonesia masih yang itu-itu juga.Â
Lebih disederhanakan lagi jika narasi mafia impor itu diganti oleh Bung Budiman dengan santuy dan hanya menyatakannya sebagai pemburu rente impor, yang terjadi di banyak negara berkembang seperti di Indonesia.Â
Pemburu rente impor ini memiliki kekuatan dan/atau jaringan untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan cara membatasi volume impor sehingga terjadi kelangkaan dan otomatis harga akan melonjak tinggi. Selain itu, pemburu rente impor ini dapat melakukan kolusi harga, menetapkan harga yang lebih tinggi, dengan beberapa importir yang lain yang sudah diberikan hak untuk melakukan impor barang-barang atau komoditas tertentu.
Pembatasan pasokan ke pasar dalam negeri dan/atau penetapan harga dalam negeri yang mahal hanya dapat terjadi jika hanya ada satu importir atau beberapa importir saja yang diizinkan untuk mengimpor suatu barang tertentu. Dapat juga terjadi dalam kondisi banyak importir tetapi sebagian besar adalah importir joki.Â
Misalnya, untuk impor bahan baku masker terdaftar 50 perusahaan importir. Namun, jika ternyata 50 perusahaan itu hanya dimiliki dan/atau dibawah kendali oleh tiga orang, misalnya, maka sebetulnya jumlah importir faktual hanya tiga orang dan negosiasi dan kolusi mereka bertiga itu tentunya sangat gampang.
Monopolist dan Oligopolist
Jika hanya ada satu importir diberikan lisensi untuk impor bahan baku masker, maka si importir ini adalah seorang monopolist. Maksudnya ia berada dalam posisi single seller menghadapi many buyers yaitu RS dan klinik kesehatan yang demikian banyaknya. Bisa juga terjadi dalam kondisi beberapa orang importir faktual seperti tersebut diatas.
Dalam kondisi jumlah importir yang banyak, many sellers, dan jumlah RS dan klinik yang banyak, many buyers, pemburu rente ekonomi tidak akan terjadi. Dengan kata lain, dalam kondisi pasar bersaing, baik penjual maupun pembeli tidak dapat mengendalikan harga melalui kutak katik kuantitas pasokan. Barang tidak laku jika dipasang dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan para pesaing. Pembeli tidak dapat barang jika hanya bersedia membayar dengan harga yang dibawah harga pasar.
Ini Seharusnya Yang Perlu Dilakukan Mas Budiman Tanuredjo
Dengan mengandalkan teori dan bukti empiris struktur pasar monopoli tersebut, Bung Budiman Tanuredjo dapat menggiring para pembicara untuk mengatakan jumlah importir yang diberikan izin oleh Kementerian Kesehatan dan/atau Kementerian Perdagangan dan/atau Kementerian Perindustrian. Maksudnya, Bung Budiman perlu dapat konfirmasi berapa perusahaan sebetulnya yang diberikan izin untuk melakukan impor Alkes tersebut.
Jika ternyata hanya ada satu atau beberapa saja importir Alkes termaksud, maka mereka itu adalah pemburu rente impor termaksud. Mereka itu dalam narasi lain adalah para mafia impor Alkes.
Para pembicara tentu saja sulit untuk berbohong tentang jumlah importir tersebut. Banyak para pemirsa Tv yang tahu jumlah importir termaksud. Perlu juga didesak status kepemilikan dan/atau afiliasi jika ternyata banyak perusahaan yang diberikan izin impor termaksud sehingga akan terungkap berapa jumlah importir joki dan berapa jumlah importir yang sebetulnya.
Kapan ya Indonesia bisa bersih mafia impor?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H