Berita Bantuan Sosial atau Bansos sedang naik daun. Memang demikian adanya misal coba lihat itu berbagai narasi Bansos yang HL di banyak media daring. Berbagai narasi Bansos juga diangkat sebagai tema diskusi virtual di beberapa stasiun Tv sejak dua minggu terakhir.
Topik Pilihan Bantuan Sosial Kompasiana
Kompasiana sejak dua atau tiga hari terakhir mengangkat narasi Bansos sebagai Topik Pilihan. Topik pilihan Pantau Bersama Bantuan Sosial dinarasikan oleh Kompasiana untuk mengajak Kompasianer berbagi pengalaman terkait penyaluran bantuan sosial di daerah masing-masing. Kompasiana mengundang kita semua untuk berbagi dalam banyak sisi dari pernak pernik Bansos Corona ini.
Misalnya, Kita bisa mulai berbagi kisah tentang tetangga miskin yang belum pernah menerima Bansos apapun sejauh ini, atau, sebaliknya, tentang orang-orang yang dekat dengan perangkat desa/kelurahan yang banyak dan/atau sering menerima Bansos. Kompasiana juga berharap ada Kompasianer yang juga merupakan Panitia Bansos dapat berbagi di platform Kompasiana yang keren ini.
Pengalaman Bansos di Desa Bojong Gede, Bogor.
Beberapa waktu yang lalu Ketua RT kami posting di WAG RW bahwa daftar penerima Bansos dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), sudah sampai ke desa. Menurut postingan ini tidak ada warga RW kami yang masuk dalam daftar penerima Bansos tersebut. Ini beralasan karena RW kami dan RW-RW lain dalam kompleks perumahan memang tidak pernah mendapat Bansos dan bahkan sebaliknya banyak memberikan Bansos pada para tetangga kampung sebelah.
Postingan Pak Ketua RT itu juga mengatakan bahwa daftar itu akan divalidasi oleh perangkat desa. Postingan dari warga yang lain yang mengatakan bahwa terlalu sedikit dengan hanya tiga atau empat orang untuk setiap RT, dengan sekitar 1.000 jiwa, yang kebagian Bansos RK tersebut, diamini oleh Pak Ketua RT.
Beberapa postingan lain menyebut bahwa kuota per RT itu sudah demikian sejak dahulu dan jelas sudah terlalu sedikit bagi banyak RT di desa kami dalam kondisi normal saja. Jumlah itu relatif bertambah lebih terlalu sedikit lagi dalam kondisi kemerosotan ekonomi dan meluasnya pengangguran dan kemiskinan saat ini.
Penulis juga banyak mendengar bahwa ada atau beberapa penerima Bansos tersebut orang yang itu dan yang itu lagi dan yang biasanya ada hubungan dengan perangkat desa dan/atau RT/RW setempat.
Penulis juga kenal dengan banyak orang miskin yang tinggal berdampingan dengan kompleks perumahan kami tetapi belum pernah menerima Bansos apa pun.
Mereka belum pernah menerima Bansos ketika dulu dalam kondisi normal dan lebih-lebih tidak menerima Bansos apapun dalam kondisi kemiskinan dan pengangguran massal saat ini.
Sebagian Artikel Bansos Penulis
Penulis pernah menuliskan nasib mereka itu pada beberapa artikel Kompasiana terdahulu, yang di sebagian artikel tersebut ketika itu wabah virus Corona ini belum parah dan bahkan belum masuk Indonesia apalagi masuk desa kami. Misal, lihat artikel penulis dengan judul: Mereka ini Sangat Membutuhkan Perlindungan Sosial Covid-19, tayang 3 April 2020, atau, artikel: Dukung Mereka ini untuk Mendapat BLT, tayang 26 Maret 2020, dan, Bongkar PKH Bodong demi Nasib Jutaan Orang Miskin, tayang 12 Februari 2020.
Jalan Buntu Ke Kementerian Sosial
Selanjutnya, minggu-minggu kemarin penulis mencoba menghubungi Kementerian Sosial dan yayasan ACT untuk memperjuangkan nasib orang-orang miskin yang saya kenal seperti tersebut diatas. Ini saya lakukan karena secara kebetulan melihat flyer (selebaran) di WAG dari kedua entitas ini yang menyatakan kesiapan membantu siapa saja yang tidak ada uang untuk membeli Sembako.
Pertama penulis mencoba menghubungi Kementerian Sosial pada nomor 0811.1022 210. Sayang, nomor ini yang tercantum pada selebaran termaksud selalu terdengar sibuk. Dengan kata lain, telpon penulis tidak bisa nyambung ke nomor Kementerian Sosial ini karena yang terdengar nada sibuk tut.. tut.. tut..tut. Penulis menghentikan usaha menelpon ke sini setelah percobaan dua atau tiga kali dalam waktu yang berbeda dan bahkan pernah dicoba lewat tengah malam tetapi tetap saja yang terdengar nada sibuk tut.. tut.. tut..
Secara kebetulan, dua atau tiga malam yang lalu penulis menyaksikan tele conference jurnalis Kompas Tv, Aiman Wicaksono, dengan Menteri Sosial Jualiari Pieter Batubara, yang sebelumnya adalah anggota DPR RI dari fraksi PDIP. Mas Aiman antara lain menanyakan pada Mas Menteri ini tentang cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan Bansos Kemensos. Secara lebih spesifik, Mas Aiman menanyakan apakah orang-orang termaksud dapat menghubungi nomor 0811 tersebut.
Bang Jualiari P. Batubara ini dengan suara lantang, menyatakan bahwa nomor itu adalah nomor pengaduan. Maksudnya, pengaduan jika diduga ada unsur korupsi, kualitas dan kuantitas yang tidak sesuai dan lain sebagainya. Dengan kata lain, putra pengusaha Migas papan atas nasional ini, menegaskan bahwa nomor 0811 itu tidak dapat digunakan untuk pengajuan permohonan bantuan sosial ke Kementerian Sosial.
Sayang, Mas Aiman lupa, atau, tidak sempat, atau, tidak paham bahwa nomor itu juga tidak dapat digunakan untuk pengaduan. Seperti sudah penulis sampaikan diatas, penulis belum berhasil tersambung ke nomor itu karena selalu terdengar nada sibuk walaupun sudah dicoba berulang kali dan dalam waktu yang berbeda-beda termasuk pada waktu lewat tengah malam.
Tersandung Lagi di Yayasan Sosial ACT
Gagal di Kementerian Sosial tidak menyurutkan niat penulis untuk mencari upaya lain. Penulis kemudian ingat dengan yayasan swasta ACT seperti tersebut diatas. Penulis rasa-rasanya pernah memberikan donasi pada yayasan ACT ini.
Segera mendapat jawaban Apa Yang Bisa Kami Bantu? ketika penulis mulai dengan live chat di situs ACT dengan tampilan slider yang wah. Penulis kemudian katakan bahwa ada beberapa orang yang penulis kenal saat ini sangat membutuhkan Sembako. Live chat kemudian menjawab coba hubungi nomor: 0800 1 165 228. Penulis ucapkan terima kasih dan pamit pada jendela live chat ACT.
Namun, kejadian yang serupa dengan yang di Kementerian Sosial terulang kembali. Nomor telepon tersebut selalu mengeluarkan nada sibuk tut.. tut.. tut.. tuuuut.
Penulis kemudian kembali ke live chat ACT dan menceritakan bahwa nomor yang diberikan tidak bisa diakses karena selalu terdengar suara sibuk tut.. tut.. tuut..tuuut. Live chat ACT menjawab coba terus karena ACT saat ini melayani banyak sekali pemohon!
Jawaban yang tidak masuk akal menurut penulis. ACT seharusnya menyediakan alternatif komunikasi bagi para pemohon bantuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H