PSBB DKI Jakarta
DKI Ibukota Jakarta resmi akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Jumat, 10 April. Dua hari lagi  dari sekarang. Â
Mungkin ingat beberapa waktu yang lalu banyak daerah, seperti Tegal, Tasik Malaya, dan Surabaya terkesan "latah"mengikuti jejak lockdown ala Bang Anies ini. Tapi, mungkin mereka itu saat ini lebih siap untuk mencontoh keberanian mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.Â
Agar lebih siap lagi dan bahkan dapat melampaui apa yang dilakukan oleh Bang Anies Gubernur DKI Jakarta, ada baiknya melihat dulu pengalaman Korea Selatan dalam mengendalikan penyebaran virus Corona ini serta sekaligus tetap memelihara kegiatan sosial ekonomi masyarakat di sana.
Sama seperti Bang Anies, Korea Selatan juga meliburkan sekolah, himbauan untuk Work From Home dan pembatasan kerumunan massa juga dilakukan. Â
Akan tetapi tidak ada lockdowns, tidak ada penutupan jalan, dan tidak ada pembatasan pergerakan barang dan orang ditengah pandemi virus Corana baru di Korea Selatan sejauh ini.
"PSBB yang efektif membutuhkan dukungan swab test PCR yang mencukupi. PSBB tanpa didukung oleh swab test dan lab test hanya menciptakan pengangguran dan kemiskinan massal." Hari ini, 13 April 2020, Jokowi menargetkan 10.000 Test PCR Per Hari!
Di wilayah DKI Jakarta sebelum PSBB ini, juga berlaku secara nasional saya kira, kegiatan sekolah dan sejenisnya diliburkan, kegiatan tempat kerja juga dialihkan untuk bekerja di rumah aja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, serta pembatasan kegiatan sosial budaya. Yang baru mencakup moda transportasi dan Ojek Online.
Transportasi umum di Jakarta akan dibatasi jumlah penumpang dan jam operasionalnya saat PSBB. Kapasitas penumpang maksimal adalah 50 persen, sementara jam operasional dimulai pukul 06.00 sampai 18.00 WIB. Selain itu, walaupun tidak secara tegas, Gubernur Anies mengatakan bahwa ojek online atau Ojol hanya boleh mengangkut barang.
Mantra T3 Korea Selatan
Korea Selatan tidak melakukan seperti "yang baru di DKI Jakarta itu." Sebaliknya Korsel lebih terfokus pada kegiatan dalam semangat T3, yaitu, Trace, Test, dan Treat.Â
Dari ketiga "T" ini kegiatan Test Korsel yang berhasil melakukan swab test dalam jumlah yang sangat besar memposisikan negara Ginseng ini menjadi Model Test Swab Dunia dan sekaligus dapat menekan angka kematian, fatality rate, yang terendah.
Rasio angka kematian dari jumlah pasien terinfeksi sangat kecil sekali. Korea Selatan berhasil mencapai angka kurang dari 1% atau persisnya hanya 0,7%. Bandingkan dengan angka fatality rate DKI Jakarta yang 8% dan fatality rate dunia 3,4%.
Mantra keberhasilan Korea itu adalah T3 tersebut diatas yaitu Trace (Lacak), Test, dan Treat (Rawat). Siapa saja yang mengalami gejala demam, batuk pilek, pusing, dan lain sebagainya serta pernah kontak dengan orang terinfeksi Covid19 dan/atau baru saja bepergian ke daerah episentrum Covid19 dengan sukarela dihimbau untuk melakukan test swab ini.Â
Test Swab Drive Thru
Pemerintah Korsel menyediakan banyak sekali tempat test swab ini dan sebagian besar berbasis Drive Thru. Â Test drive thru ini hanya dilakukan dalam beberapa menit saja dan sample dahak/ingus segera dikirim ke laboratorium untuk diperiksa lebih lanjut.Â
Pasien kemudian dapat melanjutkan aktivitas seperti biasa. Ia akan ditelpon jika hasil test itu positif dan hanya menerima sms atau pesan WA jika negatif.
Melimpahnya Ketersediaan Test Kit dan Lab Test di Korsel
Jika banyak negara termasuk Indonesia mengalami kekurangan test kit dalam jumlah yang besar, maka tidak demikian hal nya dengan Korea Selatan.Â
Tidak ada kekurangan test kit di Korea Selatan. Dengan empat perusahaan yang sudah menerima izin untuk membuat test kit, maka Korsel dapat melakukan 140.000 swab test 140.000 setiap minggunya.
Hal yang serupa untuk ketersediaan lab pengujian sample swab test itu. Korea Selatan memiliki 96 jaringan lab test secara nasional dengan tenaga analis kimia yang bekerja selama 24 jam.Â
Lebih menggembirakan lagi, di Korea Selatan saat ini, mall, super market, sudah mulai dibuka kembali. Orang-orang dan kenderaan sudah kembali banyak terlihat di jalan raya.
Hal sebaliknya terjadi di Indonesia. Kota-kota sangat sepi dan yang lebih menyedihkan Indonesia hanya memiliki lab test dalam jumlah yang kurang dari 10 dan sangat kekurangan test kit.Â
Keprihatinan atas kurangnya test kit tersebut disuarakan oleh Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia atau IDI, Slamet Budiarto. Mas Slamet ini mendesak pemerintah untuk menyediakan fasilitas rapid test dengan polymerase chain reaction (PCR) atau alat tes swab Corona.Â
Lebih jauh, Ketua IDI ini mengatakan bahwa dengan tersedianya alat tes swab yang bisa satu hari diketahui hasilnya, maka ini selain dapat menekan angka kematian juga sangat penting untuk mencegah penularan.Â
Sangat kurangnya test kit dan lab test itu juga diperlihatkan bahwa dalam kurun waktu lima minggu yaitu dari tanggal 1 Maret hingga 5 April di seluruh Indonesia baru dilakukan 9.712 swab test. Bandingkan dengan Korea Selatan yang dalam satu minggu melakukan 140.000 swab test
Keprihatinan kita bertambah ketika mendengar bahwa Presiden Jokowi masih berkutat pada prioritas test PCR Â bagi tenaga medis. Ini dapat kita tafsirkan bahwa belum ada dalam pikiran mantan Gubernur DKI Jakarta ini untuk melakukan test massal PCR seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan seperti tersebut diatas.Â
Tafsir ini diperkuat lagi dengan tidak adanya target jumlah dan waktu test PCR atas alokasi Anggaran APBN Covid-19 yang berjumlah Rp105 triliun.
Rapid Test DKI Jakarta dan Jawa Barat
Memang betul baik DKI Jakarta maupun Provinsi Jawa Barat sudah cukup banyak melakukan test diagnostik dalam lima minggu terakhir. Namun 21.646 rapid test Jabar dan 24.015 rapid test DKI Jakarta tidak banyak manfaatnya sebab 80% yang dihasilkan palsu atau hanya 20% saja yang terbukti valid dan itupun baru dapat dikatakan demikian jika sudah dilakukan swab test dan lab test.Â
Lebih jauh lagi, kita belum mendengar kesiapan apalagi target test massal swab (PCR) test baik dari DKI Jakarta apalagi dari Jawa Barat. Â Tambah belum terdengar lagi kesiapan daerah-daerah lain untuk test PCR ini.
Secercah Harapan
Ketersediaan test kit PCR termasuk lab untuk pemrosesan swab cukup banyak di pasar internasional. Korea Selatan jelas memilikinya. Jerman juga siap menjual test kit PCR dan lab terkait.Â
Di Jerman test kit PCR tersebut dikembangkan oleh perusahaan yang bergerak di bidang tekhnik dan elektronika, Bosch. Hasil rapid test Bosch yang diberi nama Bosch Vivalytic dapat diterima dalam waktu hanya 2,5 jam. Yang lebih menggembirakan Bosch Vivalytic sudah tersedia di pasar dalam bulan April ini.Â
Badan pemerintah USA, FDA, telah memberikan izin ke 22 perusahaan negara ini untuk memasarkan PCR test kits di Amerika Serikat. Perusahaan-perusahaan tersebut mulai dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), berikutnya,  Wadsworth Center, New York State Department of Public Health (CDC), hingga  QIAGEN GmbH.Â
Perusahaan-perusahaan di Tiongkok penulis juga yakin banyak yang sudah berhasil memproduksi test kit virus Corona ini. Ini antara lain dapat kita lihat Tiongkok sudah memberikan bantuan Alkes Corona ke berbagai negara termasuk ke Indonesia sekitar dua atau tiga minggu yang lalu.
Nonsens, PSBB tanpa PCR Test yang mencukupi.
Dengan demikian, baik DKI Jakarta apalagi daerah-daerah lain perlu kita ingatkan bahwa tidak cukup dengan pekikan heroik PSBB doang.Â
PSBB yang efektif membutuhkan dukungan swab test PCR yang mencukupi. PSBB tanpa didukung oleh swab test dan lab test hanya menciptakan pengangguran dan kemiskinan massal.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H