Peraturan Pemerintah untuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PP PSBB) sudah efektif berlaku terhitung tanggal 31 Maret. PP 21/2020 ini menetapkan bahwa bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi:
- peliburan sekolah dan tempat kerja;
- pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
- pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umumÂ
Ketiga unsur PSBB sudah diterapkan di seluruh wilayah Indonesia jauh sebelum PP PSBB ini diterbitkan walaupun dengan intensitas waktu yang sedikit variatif. Namun, isu baru mencuat terkait dengan derasnya arus mudik. Ini mengindikasikan bahwa himbauan pemerintah Tac Dirumahaja dan Tac Work From home tidak begitu efektif.
Lebih jauh lagi Presiden Jokowi juga sudah menerima berbagai laporan tentang masih sangat tingginya arus mudik itu. Suara.com, Selasa, 31 Maret 2020, jam: 11:00 WIB, misalnya, menyampaikan pesan Presiden Jokowi terkait isu mudik ini, sebagai berikut.Â
- Delapan hari terakhir, ada 876 bus antar provinsi yang membawa 14.000-an penumpang dari Jabodetabek ke provinsi lain di Jawa;
- Angka itu belum termasuk yang menggunakan kereta api, kapal, pesawat, dan mobil pribadi;
- Mobilitas orang sebesar itu sangat berisiko memperluas penyebaran Covid-19.Â
Walaupun demikian, Presiden Jokowi bertendensi tidak akan menerbitkan aturan pelarangan atau lockdown operasional transportasi dari dan ke Jabodetabek. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Presiden Jokowi menolak rekomendasi Kepala BPTJ Kementerian Perhubungan untuk menghentikan operasional transportasi umum dari dan ke Jabodetabek.Â
Rekomendasi Kepala BPTJ, Kementerian Perhubungan tersebut dituangkan melalui surat edaran bernomor SE No. 5/2020 tanggal 1 April 2020. Ada empat rekomendasi tersebut seperti disajikan dibawah ini.Â
- Â Penghentian sementara layanan kereta api, baik jarak jauh maupun commuter line dari dan ke seputar Jabodetabek;
-  Pembatasan layanan  moda transportasi MRT, LRT, hingga Transjakarta;
- Â Menghentikan sementara/sebagian layanan bus berpenumpang angkutan Bus Transjakarta, Trans Jabodetabek, dan Jabodetabek Airport Connection, dan
- Â Pelarangan terhadap bus berpenumpang atau kendaraan pribadi yang memasuki jalan tol atau arteri nasional:
- Â Untuk membatasi pergerakan dari dan menuju Jabodetabek.Â
- Pembatasan dilakukan di sejumlah pintu masuk tol Ciawi-Bogor termasuk tol Cijago Depok, semua pintu tol sepanjang Jakarta-Cikampek.Â
Sekali lagi Presiden Jokowi cenderung menolak rekomendasi tersebut di atas. Tendensi ini tersirat dari telecon Rosi dengan Luhut semalam di Kompas Tv.Â
Di sini Menko Maritim dan Investasi ini antara lain mengatakan bahwa untuk membatasi arus mudik tersebut opsi yang sedang digodok pemerintah mencakup pembatasan jumlah penumpang bis antar kota dan/atau antar provinsi. Jika bis hanya boleh mengangkut separuh dari jumlah kursi yang tersedia, maka ongkos bis akan naik dua lipat dan ini akan cukup berpengaruh mengekang hasrat untuk mudik, demikian menurut Bang luhut yang saat ini juga merangkap Ad Interim Menteri Perhubungan. Selain itu, Ad Interim Menteri Pehubungan ini juga akan mempertimbangkan kenaikan tarif jalan Tol dengan ekspekstasi ini juga dapat berkontribusi untuk menekan jumlah pemudik.
Kedua opsi ini sangat feasible untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat cq Kementerian Perhubungan. Namun, opsi ketiga yaitu opsi untuk pemberian kompensasi natura dan/atau uang bagi yang tidak mudik tidak begitu feasible. Di samping sukar untuk screening siapa saja sebetulnya yang akan mudik tetapi batal karena ada insentif batal mudik ini, jumlah uang yang diperlukan negara juga cukup besar.
Misal, asumsikan yang mengajukan permohonan kompensasi batal mudik di seluruh Jabodetak ada dua juta orang. Jika nilai kompensasi itu setara Rp500.000.-, maka uang yang perlu disiapkan oleh Pak Luhut akan berjumlah 1.000 miliar atau Rp1 triliun!
Di sisi lain kita juga perlu antisipasi pihak-pihak yang dirugikan, the losers, dari opsi-opsi Bang Luhut ini. Potensial losers itu, jika dua atau bahkan tiga opsi Pak Luhut ini jadi diterapkan, adalah mereka yang benar-benar perlu mudik selain dari tujuan untuk silatur rohim. Misal, mudik untuk mengunjungi keluarga yang lagi sakit atau keluarga yang lagi mendapat musibah. Bisa juga harus mudik karena ada sengketa sosial dan keluarga.
Mereka itu selain mengalami banyak hambatan untuk mudik juga perlu mengeluarkan biaya mudik yang lebih mahal.