Sekitar dua minggu yang lalu penulis dapat voice call dari Sodara. Dia menganjurkan untuk segera beli beberapa bahan pokok seperti beras, kopi, mie intsant dan lain sebagainya sebagai antisipasi adanya kebijakan lockdown.
Karena tidak begitu yakin lockdown akan dilaksanakan, ya penulis ikut ala kadarnya. Beli beras hanya beberapa kilo saja sebab kami tidak begitu banyak makan nasi. Mie instant ya sedikit juga, dan lain sebagainya.
Tapi, tadi sore penulis cukup kaget ketika lewat depan warung beras langganan. Baskom-baskom beras eceran sudah pada kosong seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Wah mulai gawat ya pikir penulis. Ke  ATM dulu ah untuk beli beras yang cukup banyak sebelum beras langkah dan mahal harga nya.
Waduh koq antrian ATM panjang sekali ya. Ada apa ini ya? Apa segera akan ada lockdown di Kabupaten Bogor pikir penulis. Jabodetabek lockdown?
Kemudian penulis langsung kembali ke warung beras itu. Ternyata, stok beras yang biasanya penuh kini tinggal separuh dan kemungkinan segera akan ludes jika terjadi panic buying.
Sambil nonton Tv penulis melirik pesan WAG yang berseliweran. Ada satu pesan yang menaikkan adrenalin penulis. Judul pesan ini "Corona, Pemerintah Resmi Setop Akses dan Angkutan Jabodetabek." Wah ini sudah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai dengan PP PSBB yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Jokowi, gumam penulis.
Ketika penulis klik link berita itu ternyata ini tayangan CNNI.com, Rabu, 01/04/2020 19:11 WIB. Alinea pertama berita ini sangat menggigit. Disini ditulis bahwa pemerintah melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menetapkan pembatasan moda transportasi di lingkungan Jabodetabek untuk menekan penyebaran virus corona (Covid-19).Â
Lebih menghujam lagi alinea keduanya yang menyatakan bahwa melalui surat edaran bernomor SE.5.BPTJ.Tahun 2020, Kemenhub membatasi sejumlah moda transportasi, menindaklanjuti keputusan presiden Jokowi tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Masih menurut sumber ini, Surat Edaran tersebut ditandatangani oleh Kepala BPTJ Polana B. Pramesti di Jakarta pada Rabu (1/4).
Waduh betul-betul sudah lockdown ini pikir penulis. Pantes saja stok beras pedagang mulai menipis, panjangnya antrian ATM, serta banyak sekali toko-toko dan makan sekitar pusat kota Bojong Gede yang sudah tutup sore tadi.Â
Tapi, tunggu dulu. Ada narasi yang membingungkan. CNNI tersebut menyatakan bahwa menurut Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, itu hanya sekedar rekomendasi kepada para stakeholders untuk mempersiapkan langkah-langkah jika PSBB disetujui sesuai PP Nomor 21 Tahun 2020.Â
Sekedar rekomendasi? Apa artinya operasional LRT, MRT, TransJakarta, dan lain sebagainya masih berjalan normal sejauh ini?
Lebih jauh lagi, menurut penulis, BPTJ Kementerian Perhubungan tidak memiliki otoritas untuk melakukan pembatasan transportasi umum termaksud. Yang memiliki otoritas membatasi pergerakan orang-orang ke dan dari DKI Jakarta hanyalah Gubernur Anies Baswedan untuk saat ini dan itupun jika sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Kesehatan.
Ini sesuai dengan narasi Pasal 2 PP 21/2020 yang ditandatagani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 31 Maret 2020. Kutipan penuh Pasal 2 termaksud adalah:
Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.Â
Spesifik sekali, bahwa hanya dan hanya atas persetujuan Menteri Kesehatan PSBB dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Ternyata analisis penulis itu sejalan dengan  dengan pendapat Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo. Menurut Mas Sayfrin Liputo ini  surat tersebut tak perlu diterbitkan karena pembatasan sosial sebetulnya telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), Tempo.co.id,  Kamis, 2 April 2020 07:22 WIB.Â
Dengan demikian, jelas sekali SE Kepala BPTJ Kementerian Perhubungan tersebut sudah menebar kecemasan warga dan kisruh di lingkungan pemerintahan sendiri. Untuk itu agar hal yang serupa tidak terulang lagi pemerintah perlu mengambil tindakan tegas atas Kepala BPTJ tersebut. Teguran dan/ atau sangsi mulai dari lisan hingga pencopotan jabatan serta sangsi pidana layak dikenakan pada Kepala BPTJ ini.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H