Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Komuflase Partisipasi Publik di Draf Omnibus Law Ciker 2020

27 Februari 2020   17:33 Diperbarui: 27 Februari 2020   21:12 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cityseeker.com dan istimewa

Kondisi Sekarang 

Semalam, 26 Februari, penulis menonton diskusi Satu Meja Kompas Tv. Diskusi yang dipandu oleh wartawan senior Kompas, Budiman Tanuredjo  ini mengusung tema kegaduhan RUU Cipta Kerja. 

Acara ini sangat menarik karena selain profesionalisme  Bung Budiman yang memang patut dipuji, acara diskusi ini menghadirkan  para nara sumber yang juga memiliki kadar profesionalisme yang juga super hebat. 

Mereka itu adalah pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, ekonom kondang FEB Universitas Indonesia Faisal Basri, Ketua KSPI Andi Gani Nena Wea, Anggota DPR Asrul Sani (PPP), Ketua Satgas Omnibus Law Kementerian Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Kadin Rosan Perkasa Roeslani , dan Staf Khusus Presiden Jokowi periode kedua, Arif Budimanta.

Hasil diskusi memang super. Sesi-sesi diskusi dengan jelas memperlihatkan bahwa banyak sekali pasal-pasal bermasalah dan/atau pasal-pasal cacat fundamental yang tertuang dalam rancangan Omnibus law Cipta Kerja ini yang terdiri 11 kluster. Misal, Pasal 170 yang disebut Menteri Koordinator Hukum dan HAM, Mahfud MD, sebagai pasal salah ketik yang kemudian menjadi viral dengan akronim Saltik. Lihat juga misalnya terkait dengan isu out sourcing buruh dan PHK yang dipermudah serta penghapusan upah minimum kabupaten/kota (UMK).

Selain itu, diskusi ini juga secara jelas memperlihatkan rendahnya keterlibatan publik termasuk serikat buruh sejauh ini dalam proses drafting Omnibus Law Ciker 2020  yang menargetkan sinkronisasi dan simplikasi 79 UU dan 1.239 pasal menjadi 15 bab dan 174 pasal. 

Misal, Mas Andi yang Ketua KSPI dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada satu pun serikat buruh yang mendapat tawaran untuk bergabung dalam Tim Omnibus Law Pemerintah. Hal yang serupa juga disampaikan oleh pakar hukum tata negara Bivitri Susanti bahwa ia tidak pernah ditawarkan atau diundang untuk bergabung dalam tim itu..

Lebih jauh lagi, diskusi Satu Meja ini juga memperlihatkan sangat terbatasnya orang dan/atau institusi non-pemerintah yang diundang dan/atau diajak berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga negara terkait dalam proses drafting undang-undang ini. 

Misalnya, itu hanya buruh dan/atau serikat buruh tertentu saja, jika apa yang disebut Menko Bidang Ekonomi Airlangga itu benar,  itu hanya pengusaha dan/atau asosiasi pengusaha tertentu saja, dan itu hanya akademisi dan/atau institusi riset tertentu saja  yang diajak berpartisipasi dalam proses drafting Omnibus Law Cipta Kerja (OBL Ciker), dengan kluster pertama terkait penyederhanaan perizinan usaha, di masing-masing kementerian dan lembaga negara terkait. 

Dalam horison yang lebih tinggi, tidak terungkap adanya justifikasi pemerintah atas penetapan pilihan-pilihan para anggota tim yang berasal dari luar pemerintah termaksud. Dengan kata lain, pemerintah tidak pernah mengumumkan secara terbuka kriteria dari orang dan/atau entitas non-pemerintah itu yang diajak untuk bergabung dalam Tim Omnibus Law Pemerintah.

Lebih miris lagi, tidak jelas bagaimana posisi dari masing-masing peserta orang dan entitas non-pemerintah tersebut. Maksudnya, sangat tidak jelas apakah mereka itu hadir hanya sebagai peserta sosialisasi atau memang ada yang berpartisipasi secara aktif seperti membawa beberapa pasal tertentu.  Selain itu, juga tidak ada kejelasan ada tidaknya masukan-masukan penting yang berhasil dituangkan dalam draf Omnibus Law Cipta kerja itu yang berasal dari satu atau beberapa orang dari orang-orang non-pemerintah termaksud.  

Suramnya Prospek Partisipasi Publik Kedepan

Sebetulnya sejak awal Presiden Jokowi sudah memerintahkan para pembantunya untuk melibatkan masyarakat seluas mungkin dalam proses drafting Omnibus Law tersebut. Hal yang serupa juga diucapkan oleh Bang Asrul dalam acara Satu Meja Kompas Tv ini. Politisi beken PPP ini menyatakan bahwa DPR siap menerima masukan dari masyarakat. Tambah semangat hal yang serupa juga disampaikan oleh pihak pemerintah yaitu oleh Mas Rosan Perkasa Roeslani dan Mas Arif Budimanta.

Namun, baik ucapan Bang Asrul maupun ucapan dari Bang Rosan dan Mas Arif tersebut dalam kaitan ajakan pertisipasi publik ke depan bagi penulis terkesan klise, satire dan hanya ngeles saja. Ngeles dengan tujuan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta diskusi yang lain. Ini mencakup pertanyaan dari pimpinan diskusi, Mas Budiman Tanuredjo, terkait sanksi pidana bagi jurnalis dan media pers. 

Selain itu, ini juga mencakup pertanyaan-pertanyaan dari Bivitri Susanti terkait banyaknya cacat fundamental dari Rancangan Omnibus Law Cipta Kerja serta penolakan dan pertanyaan dari Ketua KSPI, Andi Gani Nena Wea.

Contoh nyata yang lain adalah terkait dari sembilan butir penolakan serikat-serikat buruh yang tertuang dalam pasal-pasal Omnibus Law Ciker 2020 ini. Tidak ada pernyataan baik dari Bang Asrul Sani maupun dari Mas Rosan Perkasa Roeslani dan/atau Mas Arif Budimanta tentang cara dan mekanisme mengakomodir suara-suara keberatan kaum buruh itu.

Hal paling prinsipil sekali yang tidak disampaikan oleh Trio Wakil Rezim Penguasa Indonesia sekarang ini terkait mekanisme pemerintah dan/atau DPR ke depan dalam menjaring dan/atau menerima masukan/kritikan masyarakat luas. Misal, katakanlah penulis tertarik untuk memberikan masukan terkait kebijakan perdagangan internasional. 

Frustasi sebab penulis sejauh ini tidak mengetahui dan tidak mendengar dari Trio Wakil Penguasa tersebut kemana aspirasi pribadi tersebut dapat penulis sampaikan. Apakah itu hanya tersedia di beberapa sesi acara dengar pendapat publik DPR, juga jika ada? Atau, apakah DPR dan/atau pemerintah menyediakan fasilitas partisipasi online?

Hal yang juga sangat prinsipil terkait dengan jadwal waktu penjaringan dan/atau penerimaan masukan, komentar, dan penolakan dan lain-lain dari publik. Penulis tidak mendengar elemen penting partisipasi publik terkait jadwal ini dalam acara Satu Meja Kompas Tv Mas Budiman Tanuredjo diatas. Selain itu, sejauh ini, penulis belum pernah mendengar tentang jadwal waktu termaksud.

Kesimpulan

Tidak terlihat niat-yang sungguh-sungguh baik dari pemerintah maupun dari DPR RI untuk melibatkan masyarakat luas dalam drafting Omnibus Law Cipta Kerja 2020 ini. Pernyataan-pernyataan para pejabat pemerintah mulai dari Presiden Jokowi turun ke menteri-menteri kabinet terkait turun ke Tim Teknis seperti Mas Rosan dan Mas Arif diatas tidak lebih hanya retorika, satire, dan pemanis saja. Singkatnya hanya Omdo alias omong doang atau komuflase saja. Komuflase yang serupa berlaku juga untuk para anggota dan institusi lembaga tinggi negara DPR RI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun